Entri Populer

Minggu, 18 September 2011

asuhan keperawatan dengan bronkitis

BAB I
LANDASAN TEORI

A. BRONKITIS.
1. Pengertian
Bronkitis adalah suatu penyakit yang ditanda oleh inflamasi bronkus. Secara klinis pada ahli mengartikan bronkitis sebagai suatu penyakit atau gangguan respiratorik dengan batuk merupakan gejala yang utama dan dominan. Ini berarti bahwa bronkitis bukan penyakit yang berdiri sendiri melainkan bagian dari penyakit lain tetapi bronkitis ikut memegang peran.( Ngastiyah, 1997 ).
Bronkitis berarti infeksi bronkus. Bronkitis dapat dikatakan penyakit tersendiri, tetapi biasanya merupakan lanjutan dari infeksi saluran peranpasan atas atau bersamaan dengan penyakit saluran pernapasan atas lain seperti Sinobronkitis,
Laringotrakeobronkitis, Bronkitis pada asma dan sebagainya (Santoso, 1994).
2. Anatomi fisiologi
a. Saluran pernafasan atas
1) Rongga hidung
Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang sangat banyak mengandung vaskular yang disebut mukosa hidung. Lendir disekresi secara terus menerus oleh sel – sel goblet yang melapisi permukaan mukosa hidung dan bergerak ke belakang ke nasofaring oleh gerakan silia. Hidung berfungsi sebagai penyaring kotoran, melembabkan serta menghangatkan udara yang dihirup ke dalam paru – paru.
2) Faring
Faring adalah struktur yang menghubungkan hidung dengan rongga mulut ke laring. Faring dibagi menjadi tiga region ; nasofaring, orofaring, dan laringofaring. Fungsi utamanya adalah untuk menyediakan saluran pada traktus respiratoriun dan digestif.
3) Laring
Laring adalah struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring dan trakhea. Fungsi utamanya adalah untuk memungkinkan terjadinya lokalisasi. Laring juga melindungi jalan nafas bawah dari obstruksi benda asing dan memudahkan batuk.
b. Saluran pernafasan bagian bawah.
1) Trakhea
Disokong oleh cincin tulang rawan yang berbentuk seperti sepatu kuda yang panjangnya kurang lebih 5 inci, tempat dimana trakea bercabang menjadi bronkus utama kiri dan kanan dikenal sebagai karina. Karina memiliki banyak saraf dan dapat menyebabkan bronkospasme dan batuk yang kuat jika dirangsang.
2) Bronkus
Broncus terdiri atas 2 bagian yaitu broncus kanan dan kiri. Broncus kanan lebih pendek dan lebar, merupakan kelanjutan dari trakhea yang arahnya hampir vertikal. Bronchus kiri lebih panjang dan lebih sempit, merupakan kelanjutan dari trakhea dengan sudut yang lebih tajam. Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang menjadi bronchus lobaris kemudian bronchus segmentaliis. Bronkus dan bronkiolus dilapisi oleh sel – sel yang permukaannya dilapisi oleh rambut pendek yang disebut silia, yang berfungsi untuk mengeluarkan lendir dan benda asing menjauhi paru menuju laring.
3) Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia. Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori yang menjadi saluran transisional antara jalan udara konduksi dan jalan udara pertukaran gas.
4) Alveoli
Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli. Terdapat tiga jenis sel – sel alveolar, sel alveolar tipe I adalah sel epitel yang membentuk dinding alveolar. Sel alveolar tipe II sel – sel yang aktif secara metabolik, mensekresi surfactan, suatu fosfolipid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps. Sel alveolar tipe III adalah makrofag yang merupakan sel – sel fagositosis yang besar yang memakan benda asing dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan penting.




c. Fisiologi sistem pernafasan
Pernafasan mencakup 2 proses, yaitu :
1) Pernafasan luar yaitu proses penyerapan oksigen dan pengeluaran carbondioksida secara keseluruhan.
2) Pernafasan dalam yaitu proses pertukaran gas antara sel jaringan dengan cairan sekitarnya (penggunaan oksigen dalam sel).
d. Proses fisiologi pernafasan dalam menjalankan fungsinya mencakup 3 proses
yaitu :
1) Ventilasi yaitu proses keluar masuknya udara dari atmosfir ke alveoli paru.
2) Difusi yaitu proses perpindahan/pertukaran gas dari alveoli ke dalam kapiler paru.
3) Transpor yaitu proses perpindahan oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh
3. Klasifkasi
a. Bronkitis Akut
Bronkitis akut pada bayi dan anak biasanya juga bersama dengan trakeitis, merupakan penyakit saluran napas akut (ISNA) yang sering dijumpai.
b. Bronkitis Kronik dan atau Batuk Berulang
Bronkitis Kronik dan atau batuk berulang adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh berbagai sebab dengan gejala batuk yang berlangsung sekurang-kurangnya selama 2 minggu berturut-turut dan atau berulang paling sedikit 3 kali dalam 3 bulan dengan atau tanpa disertai gejala respiratorik dan non respiratorik lainnya.
4. Etiologi
Penyebab utama penyakit bronkitis akut adalah virus. Sebagai contoh Rhinovirus Sincytial Virus (RSV), Influenza Virus, Para-influenza Virus, Adenovirus dan Coxsakie Virus. Di lingkungan sosio-ekonomi yang baik jarang terdapat infeksi sekunder oleh bakteri. Alergi, cuaca, polusi udara dan infeksi saluran napas atas dapat memudahkan terjadinya bronkitis akut.




Sedangkan pada Bronkitis Kronik dan Batuk Berulang adalah sebagai berikut:
a. Spesifik
1) Asma
2) Infeksi kronik saluran napas bagian atas (misalnya sinobronkitis).
3) Infeksi, misalnya bertambahnya kontak dengan virus, infeksi mycoplasma, hlamydia, pertusis, tuberkulosis, fungi/jamur.
4) Penyakit paru yang telah ada misalnya bronkietaksis.
5) Sindrom aspirasi.
6) Penekanan pada saluran napas.
7) Benda asing.
8) Kelainan jantung bawaan.
9) Kelainan sillia primer.
10) Defisiensi imunologis.
11) Kekurangan anfa-1-antitripsin.
12) Fibrosis kistik.
13) Psikis.
b. Non-spesifik
1) Asap rokok.
2) Polusi udara.

5. Patofisiologi
Asap mengiritasi jalan nafas mengakibatkan hipersekresi lendir dan inflamasi. Karena iritasi yang konstan ini, kelenjar-kelenjar yang mensekresi lendir dan sel-sel goblet meningkat jumlahnya, fungsi silia menurun dan lebih banyak lendir yang dihasilkan. Sebagai akibat bronkiolus dapat menjadi menyempit dan tersumbat. Alveoli yang berdekatan dengan bronkiolus dapat menjadi rusak dan membentuk fibrosis, mengakibatkan perubahan fungsi makrofag alveolar yang berperan penting dalam menghancurkan partikel asing termasuk bakteri. Pasien kemudian menjadi lebih rentan terhadap infeksi pernapasan. Penyempitan bronkial lebih lanjut terjadi sebagai akibat perubahan fibrotik yang terjadi dalam jalan napas. Pada waktunya mungkin terjadi perubahan paru yang ireversibel, kemungkinan mengakibatkan emfisema dan bronkiektasis.

6. Tanda dan Gejala
Menurut Santoso dan Makmuri (1994), tanda dan gejala yang ada yaitu :
a. Biasanya tidak demam, walaupun ada tetapi renda
b. Keadaan umum baik, tidak tampak sakit, tidak sesak.
c. Mungkin disertai nasofaringitis atau konjungtivitis
d. Pada paru didapatkan suara napas yang kasar
Menurut Ngastiyah (1997), yang perlu diperhatikan adalah akibat batuk yang lama, yaitu:
a. Batuk siang dan malam terutama pada dini hari yang menyebabkan klien murang istirahat
b. Daya tahan tubuh klien yang menurun
c. Anoreksia sehingga berat badan klien sukar naik
d. Kesenangan anak untuk bermain terganggu
e. Konsentrasi belajar anak menurun
7. Pemeriksaan diagnostic
a. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan foto thoraks posterio-anterior dilakukan untuk menilai derajat progresivitas penyakit yang berpengaruh menjadi penyakit paru obstruktif menahun.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya perubahan pada peningkatan eosinofil (berdasarkan pada hasil hitung jenis darah). Sputum diperiksa secara makroskopis untuk diagnosis banding dengan tuberkulosis paru. Pemeriksaan kadar gas dalam arteri untuk menentukan pH darah, tekanan CO2 (Pa CO2), tekanan oksigen (Pa O2) dan prosentase saturasi oksihemoglobin (SaO2).








8. Penatalaksanaan
a. Perbaikan keadaan umum, istirahat dan jangan merokok.
b. Bila ada alergi berikan antihistamin
c. Bila ada bronkospasme berikan bronkodilator.
d. Bila batuk produktif berikan ekspektoran untuk mempermudah pengeluaran riak.
e. Berikan terapi simtomatik bila perlu.
f. Obat analgetik diberikan untuk mengurangi rasa nyeri, sakit punggung dan otot.
g. Terapi istirahat di tempat tidur diberikan sejak panas badan meninggi.
h. Cairan diberikan untuk membantu menurunkan panas dan mencegah dehidrasi.
i. Berikan diet lunak atau cair.
9. Komplikasi
a. Bronkitis Akut yang tidak ditangani cenderung menjadi Bronkitis Kronik.
b. Pada anak yang sehat jarang terjadi komplikasi, tetapi pada anak dengan gizi kurang dapat terjadi Othithis Media, Sinusitis dan Pneumonia.
c. Bronkitis Kronik menyebabkan mudah terserang infeksi.
d. Bila sekret tetap tinggal, dapat menyebabkan atelektasis atau Bronkietaksis.
10. Pencegahan
a. Tidak tidur di kamar yang berAC atau gunakan baju dingin, bila ada gunakan baju yang tertutup lehernya.
b. Hindari makanan yang merangsang.
c. Jangan memandikan anak terlalu pagi atau terlalu sore, dan mandikan anak dengan air hangat.
d. Jaga kebersihan makanan dan biasakan cuci tangan sebelum makan.
e. Menciptakan lingkungan udara yang bebas polusi.








B. Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesis
Keluhan utama pada klien dengan bronkhitis meliputi batuk kering dan produktif dengan sputum purulen, deman dengan suhu tubuh dapat mencapai >40oC dan sesak nafas.
1) Riwayat Penyakit Saat ini
Riwayat penyakit saat ini pada klien dengan bronkhitis bervariasi tingkat keparahan dan lamanya. Bermula dari gejala batuk-batuk saja, hingga penyakit akut dengan manifestasi klinis yang berat. Sebagai tanda-tanda terjadinya toksemia, klien dengan bronkhitis sering mengeluh malaise, demam, badan terasa lemah, banyak keringat, takikardia, dan takipnea. Sebagai tanda terjadinya iritasi, keluhan yang didapatkan terdiri atas batuk, ekspektorasi/peningkatan produksi sekret dan rasa sakit di bawah sternum. Penting ditanyakan oleh perawat mengenai obat-obat yang telah atau biasa diminum oleh klien untuk mengurangi keluhannya dan mengkaji kembali apakah obat-obat tersebut masih relevan untuk dipakai kembali.
2) Riwayat penyakit dahulu
Pada pengkajian riwayat kesehatan dahulu sering kali klien mengeluh pernah mengalami infeksi saluran pernafasan bagian atas dan adanya riwayat alergi pada pernafasan atas.
3) Pengkajian Psiko-sosio-spiritual
Pada pengkajian psikologis klien dengan bronkitis didapatkan klien sering mengalami kecemasan sesuai dengan keluhan yang dialaminya dimana adanya keluhan batuk, sesak nafas dan demam merupakan stresor penting yang menyebabkan klien cemas. Perawat perlu memberikan dukungan moral dan memfasilitasi pemenuhan informasi dengan tim medis untuk pemenuhan informasi mengenai prognosis penyakit dari klien.
4) Kaji pengetahuan klien dan keluarga tentang pengobatan yang diberikan (nama, cara kerja, frekuensi, efek samping dan tanda-tanda terjadinya kelebihan dosis). Pengobatan nonfarmakologi (nonmedicinal interventions) seperti olahraga secara teratur serta mencegah kontak dengan alergen atau iritan (jika diketahui penyebab alergi), sistem pendukung (support system), kemauan dan tingkat pengetahuan keluarga.
b. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum dan tanda-tanda vital
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan bronkhitis biasanya didapatkan adanya peningkatan suhu tubuh lebih dari 40oC, frekuensi nafas meningkat dari frekuensi normal, nadi biasanya meningkat seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernafasan, serta biasanya tidak ada masalah dengan tekanan darah.
2) B1 (Breathing)
Inspeksi :
Klien biasanya mengalami peningkatan usaha dan frekuensi pernafasan, biasanya menggunakan otot bantu pernafasan. Pada kasus bronkhitis kronis, sering didapatkan bentuk dada barrel/ tong. Gerakan pernafasan masih simetris. Hasil pengkajian lainnya menunjukkan klien juga mengalami batuk produktif dengan sputum purulen berwarna kuning kehijauan sampai hitam kecoklatan karena bercampur darah.
Palpasi : Taktil fremitus biasanya normal.
Perkusi : Hasil pengkajian perkusi menunjukkan adanya bunyi resonan
pada seluruh lapang paru.
3) B2 (Blood)
Sering didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum. Denyut nadi takikardi. Tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung tambahan biasanya tidak didapatkan. Batas jantung tidak mengalami pergeseran.
4) B3 (Brain)
Tingkat kesadaran klien biasanya compos mentis apabila tidak ada komplikasi penyakit yang serius.
5) B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan erat dengan intake cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria yang merupakan salah satu tanda awal dari syok.

6) B5 (Bowel)
Klien biasanya sering mengalami mual dan muntah, penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan.
7) B6 (Bone)
Kelemahan dan kelelahan fisik, secara umum sering menyebabkan klien memerlukan bantuian orang lain untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari.

2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
a. Ketidakefektifan pola napas yang berhubungan dengan proses peradangan, sekresi mukus yang kental, kelemahan, upaya batuk buruk.
b. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan sekresi mukus yang kental, kelemahan, upaya batuk buruk dan edema trakheal/ faringeal.
c. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme sekunder dari bakteremia/ viremia.
d. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh dan penurunan nafsu makan sekunder terhadap demam.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan kelemahan fisik umum.
f. Cemas berhubungan dengan kondisi sakit, prognosis penyakit yang berat.
g. Kurangnya pemenuhan informasi yang berhubungan dengan ketidakjelasan sumber informasi.










3. Intervensi keperawatan
a. Ketidakefektifan pola napas yang berhubungan dengan proses peradangan, sekresi mukus yang kental, kelemahan, upaya batuk buruk.
1) Auskultasi bunyi napas. Catat adanya bunyi napas misalnya mengi, krekels, ronki.
R : beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat dimanifestasikan dengan bunyi nafas tambahan.
2) Kaji/ pantau frekuensi pernafasan.Catat rasio inspirasi/ ekspirasi.
R : takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada pasien cemas dan adanya proses infeksi akut.
3) Catat adanya/ derajat dispnea, misal keluhan “lapar udara”, gelisah, ansietas, distres pernafasan dan penggunaan otot bantu pernafasan.
R : disfungsi pernafasan adalah variable yang tergantung pada tahap proses kronis selain proses akut yang menimbulkan perawatan di ruimah sakit.
4) Kaji pasien untuk posisi yang nyaman misal peninggian kepala tempat tidur, duduk pada sandaran tempat tidur.
R : peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi.
5) Pertahankan polusi lingkungan minimum, misal debu, asap, dan bulu bantal yang berhubungan dengan kondisi individu.
R : pencetus tipe reaksi alergi pernafasan yang dapat meningkatkan episode akut.
6) Dorong/ bantu latihan napas dalam.
R : memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea danmenurunkan jebakan udara.
7) Observasi karakteristik batuk misal menetap, batuk pendek, atau basah. Bantu tindakan untuk memperbaiki keefektifan upaya batuk.
R : batuk paling efektif pada posisi duduk tinggi atau kepala di bawah setelah perkusi dada.
8) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat :
Bronkodilator (misal epinefrin, albutenol, terbutalin)
R : merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti lokal, menurunkan spasme jalan nafas, mengi, dan produksi mukosa.

9) Analgesik, penekan batuk/ antitusif (misal dextrometorfan)
R : batuk menetap yang melelahkan perlu ditekan untuk menghemat energi dan memungkinkan pasien istirahat.
b. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan sekresi mukus yang kental, kelemahan, upaya batuk buruk dan edema trakheal/ faringeal.
1) Auskultasi bunyi napas. Catat adanya bunyi napas misalnya mengi, krekels, ronki.
R : beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat dimanifestasikan dengan bunyi nafas tambahan.
2) Kaji/ pantau frekuensi pernafasan.Catat rasio inspirasi/ ekspirasi.
R : takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada pasien cemas dan adanya proses infeksi akut.
3) Catat adanya/ derajat dispnea, misal keluhan “lapar udara”, gelisah, ansietas, distres pernafasan dan penggunaan otot bantu pernafasan.
R : disfungsi pernafasan adalah variable yang tergantung pada tahap proses kronis selain proses akut yang menimbulkan perawatan di ruimah sakit.
4) Kaji pasien untuk posisi yang nyaman misal peninggian kepala tempat tidur, duduk pada sandaran tempat tidur.
R : peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi.
5) Pertahankan polusi lingkungan minimum, misal debu, asap, dan bulu bantal yang berhubungan dengan kondisi individu.
R : pencetus tipe reaksi alergi pernafasan yang dapat meningkatkan episode akut.
6) Dorong/ bantu latihan napas dalam.
R : memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea danmenurunkan jebakan udara.

7) Observasi karakteristik batuk misal menetap, batuk pendek, atau basah. Bantu tindakan untuk memperbaiki keefektifan upaya batuk.
R : batuk paling efektif pada posisi duduk tinggi atau kepala di bawah setelah perkusi dada.

8) Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung. Memberikan air hangat. Anjurkan masukan cairan antara, sebagai pengganti makan.
R : Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret, mempermudah pengeluaran.
9) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat :
Bronkodilator (misal epinefrin, albutenol, terbutalin)
R : merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti lokal, menurunkan
10) spasme jalan nafas, mengi, dan produksi mukosa. Analgesik, penekan batuk/ antitusif (misal dextrometorfan)
R : batuk menetap yang melelahkan perlu ditekan untuk menghemat energi dan memungkinkan pasien istirahat.
11) Kolaborasi dalam pengobatan pernafasan misal IPPB, fisioterapi.
R : drainase postural dan perkusi penting untuk membuang banyaknya sekresi/kental dan memperbaiki ventilasi segmen dasar paru.
12) Awasi/ buat grafik seri GDA, nadi oksimetri, foto dada.
R : membuat dasar untuk pengawasan kemajuan/ kemunduran proses penyakit dan komplikasi.
c. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme sekunder dari bakteremia/ viremia.
1) Monitor status suhu tubuh, perhatikan bila klien menggigil atau terjadi diaporesis secara periodik.
R : mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari sasaran yang diharapkan.
2) Berikan kompres dingin di area kepala dan lipat ketiak.
R : terjadi penyaluran suhu dari dingin ke panas sehingga dapat membantu penurunan panas.
3) Hitung dan ukur balance cairan selama 24 jam.
R : mengidentifikasi apabila terjadi dehidrasi berkaitan dengan hipertermi.
4) Berikan asupan cairan 2000ml/hr jika tidak ada kontraindikasi.
R : mencegah terjadinya dehidrasi dan membantu menurunkan suhu tubuh.
5) Anjurkan menggunakan pakaian yang mudah menyerap keringat.
R : keringat akan terserap oleh kain sehingga pasien merasa nyaman.
6) Jelaskan tanda awal hipertermi : kulit memerah, sakit kepala, keletihan, dan kehilangan nafsu makan.
R : Informasi yang adekuat kepada pasien akan membuat pasien mengerti dan mengatasi agar tidak terjadi komplikasi lebih lanjut.
7) Kolaborasi dengan dokter dalam hal :
Obat penurun panas
R : berguna untuk menurunkan panas.
d. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh dan penurunan nafsu makan sekunder terhadap demam.
1) Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan. Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.
R : Pasien distres pernafasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum dan obat.
2) Auskultasi bunyi usus.
R : penurunan bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster dan konstipasi.
3) Berikan perawatan oral sering, buamg sekret, berikan wadah khusus untuk sekali pakai dan tisue.
R : Rasa tak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama terhadap nafsu makan dan dapat membuat mual dan muntah dengan peningkatan kesulitan nafas.
4) Dorong periode istirahat selama 1 jam sebelum dan sesudah makan. Berikan makan porsi kecil tapi sering.
R : membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan dan memberikan kesempatan untuk meningkatkan masukan kalori total.
5) Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat.
R : dapat menghasilkan distensi abdomen yang menggangu napas abdomen dan gerakan diafragma dan dapat meningkatkan dispnea.
6) Hindari makanan yang sangat panas atau sangat dingin.
R : suhu ekstrem dapat mencetuskan/ meningkatkan spasme batuk.
7) Timbang berat badan sesuai indikasi.
R berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan berat badan, dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.
8) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk memberikan makanan yang mudah dicerna.
R : meminimalkan pasien dalam penggunaan energi.
9) Kaji pemeriksaan laboratorium misal albumin serum, transferin, profil asam amino, besi, pemeriksaan keseimbangan nitrogen, glukosa, pemeriksaan fungsi hati, elektrolit. Berikan vitamin/mineral/elektrolit sesuai indikasi.
R : mengevaluasi/ mengatasi kekurangan dan mengawasi keefektifan terapi nutrisi.
















BAB II
PENGELOLAAN KASUS
A. Pengkajian
tanggal :20 juni 2011 jam : 08 : 00 oleh : Dedik kurniawan
1. Identitas
a. Pasien
Nama (initial) : Tn. S
Umur : 67 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Yogyakarta
Status : Menikah
Suku : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Pensiun Polisi
Tgl. masuk RS : 30 Mei 2011
No. RM : 01964XXX
Ruang : Ruang VI
Diagnosis kerja/medis : Infark Cerebri dengan Bronkhitis dan Ulkus Dekubitus



b. Keluarga / Penanggungjawab
Nama : Ny. S
Umur : 60 tahun
Hubungan : Istri
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Yogyakarta
2. Riwayat Kesehatan Pasien
a. Kesehatan Pasien :
1) Keluhan utama saat dikaji : tidak terkaji karena pasien somnolent.
2) Keluhan tambahan saat dikaji : tidak terkaji karena pasien somnolent.
3) Alasan utama masuk Rumah Sakit : Tn.S mulai demam pada hari Sabtu (tanggal 28 Mei 2011) dan pada minggu malam (tanggal 29 Mei 2011) Tn.S diare cair sebanyak 2 kali.
4) Riwayat penyakit sekarang :
Tn.S pada hari Sabtu tanggal 28 Mei 2011 mulai demam, dan pada hari minggu malamnya tanggal 29 Mei 2011 Tn.S mengalami diare sebanyak 2 kali. Karena khawatir kemudian istrinya, Ny.S membawa Tn.S ke Rumah Sakit Bethesda. Sesampainya di UGD dilakukan pengkajian dan didapati :
Tanda-tanda vital :
Tekanan Darah : 110/60 mmHg
Suhu : 380C
Nadi : 60 x/menit
Napas : 16 x/menit
Kesadaran pasien apatis dan terdapat banyak luka dekubitus di daerah punggung, pantat dan tungkai kaki.
6) Riwayat penyakit yang lalu :
a) Nama penyakit/waktu :Diabetes Melitus
b) Upaya pengobatan :Dengan obat dari Dokter
c) Hasil :pengobatan tidak maksimal, karena penyakit bertambah parah.
7) Alergi : Tn.S tidak ada alergi.
b. Kesehatan Keluarga :
Genogram :













Keterangan :
: laki-laki : pasien : Meninggal dunia
: perempuan : menderita kanker paru-paru
: menderita DM : menderita DM+Gagal Ginjal = meninggal
: tinggal serumah



3. Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola Nutrisi-Metabolik
1) Sebelum sakit :
Frekuensi makan : 3 x sehari
Jenis makanan/diet : nasi, sayur dan lauk pauk
Porsi yang dihabiskan : 15-20 sendok makan
Makanan yang disukai : makanan atau minuman yang manis (teh manis)
Makanan yang tidak disukai : tidak ada
Makanan pantang : tidak ada
Makanan tambahan/vitamin : tidak ada
Kebiasaan makan : di rumah
Nafsu makan : R baik, £ sedang, £ kurang.
Alasan : tidak ada keluhan dengan makannya.
Banyaknya minum : ( 800 cc/24 jam)
Jenis minuman : air putih dan teh manis
Minuman yang tidak disukai : tidak ada
Minuman pantang : tidak ada
Perubahan BB 6 bulan terakhir : berkurang : 8 kg.
2) Selama sakit
Jenis makanan : makanan cair
Frekuensi makan : 6 kali
Porsi makan yang dihabiskan : 250 cc
Banyaknya minum dalam sehari : 1200 cc
Jenis minuman : air putih
Keluhan : tidak terkaji karena pasien somnolent
Alat bantu untuk memasukan zat makanan (sonde, infus, dll) : sonde
Terdapat gangguan menelan sehingga dipasang NGT.




b. Pola Eliminasi
1) Sebelum sakit
a) Buang air besar (BAB)
- Frekuensi : 1 x sehari
- Waktu : pagi hari
- Warna : tidak terkaji
- Konsistensi : tidak terkaji
- Posisi waktu BAB duduk/jongkok : jongkok
- Penghantar untuk BAB, misal: membaca, merokok, dll : merokok
- Pemakaian obat, misal: obat pencahar, dll : tidak ada
- Keluhan lain : tidak ada keluhan
b) Buang air kecil (BAK)
- Frekuensi (dalam sehari) : tidak terkaji
- Jumlah (cc/24 jam) : tidak terkaji
- Warna : tidak terkaji
- Bau : tidak terkaji
- Keluhan : tidak ada
2) Selama sakit
a) Buang air besar (BAB)
- Frekuensi : 1 kali sehari
- Waktu : siang hari
- Warna : kuning
- Konsistensi : lembek
- Keluhan : tidak terkaji karena pasien somnolent
b) Buang air kecil (BAK)
- Frekuensi (dalam sehari) : 1 kali
- Jumlah (cc/24 jam) : 100 cc
- Warna : kuning kecoklatan
- Bau : tidak bau
- Keluhan : tidak terkaji karena pasien somnolent
Alat bantu buang air kecil, kateter, kondom, dll : kondom / plastik, digunakan sejak dirawat di RS.
c. Pola Aktifitas Istirahat-Tidur
1) Sebelum sakit
a) Keadaan aktifitas sehari-hari
(1) Kebiasaan olahraga : (waktu, lama, teratur/tidak) : teratur
(2) Jenis olahraga : lari
(3) Lingkungan rumah/tempat kerja : lingkungan rumah maupun tempat kerja luas.
(4) Alat bantu untuk memenuhi aktifitas setiap hari: tidak ada
Aktivitas 0 1 2 3 4
Mandi Ö
Berpakaian/berdandan Ö
Eliminasi Ö
Mobilisasi di tempat tidur Ö
Pindah Ö
Ambulasi Ö
Naik tangga Ö
Memasak Ö
Belanja Ö
Merapikan rumah Ö
(5) Apakaaktivitas sehari-hari dapat dilakukan sendiri, bantuan alat, orang lain, santergantung :


















Ket. 0 = mandiri 3 = perlu bantuan orang lani dan alat
1 = dibantu sebagian 4 = tergantung total
2 = perlu bantuan orang lain
b) Kebutuhan tidur
(1) Jumlah tidur dalam sehari : 1 x
(2) Tidur malam : 8 jam
(3) Apakah tidur malam yang diutamakan atau tidur siang yang diutamakan : tidur malam
(4) Kebiasaan pengantar tidur : tidak ada
(5) Apakah klien selalu tidur dengan teman atau seorang diri : dengan istri.
(6) Perangkat/alat yang selalu digunakan untuk tidur : selimut dan bantal
(7) Keluhan dalam hal tidur : tidak ada
c) Kebutuhan istirahat
(1) Kapan : saat merasa lelah
(2) Berapa lama : 2-3 jam
(3) Kegiatan untuk mengisi waktu luang : bersantai di rumah
(4) Apakah menyediakan waktu untuk istirahat pada waktu siang hari : tidak
(5) Dalam suasana yang bagaimana klien dapat istirahat dan mengisi waktu luang : saat libur kerja
2) Selama sakit
a) Keadaan aktifitas
Kemampuan Perawatan Diri 0 1 2 3 4
Makan/minum Ö
Mandi Ö
Toileting Ö
Berpakaian Ö
Mobilitas di TT Ö
Berpindah Ö
Ambulasi/ROM Ö

Ket. 0 = mandiri
1 = alat bantu
2 = dibantu orang lain
3 = dibantu orang lain dan alat
4 = tergantung total
b) Kebutuhan Tidur
(1) Jumlah tidur dalam sehari : pasien dalam keadaan somnolent
(2) Penghantar untuk tidur : tidak ada
(3) Keluhan tidur : tidak terkaji karena pasien somnolent
(4) Apakah klien kesakitan atau sesak nafas, dll : pasien terlihat kesulitan saat bernapas.
c) Kebutuhan Istirahat
Pasien sangat banyak membutuhkan istirahat selama sakit.
d. Pola Kebersihan Diri (sebelum sakit)
1) Kebersihan kulit
a) Kapan kebiasaan mandi : pagi dan sore hari
b) Apakah mandi menggunakan sabun/kosmetik/krim : menggunakan sabun
c) Keluhan : tidak ada
2) Kebersihan rambut
a) Kebiasaan mencuci rambut menggunakan shampoo atau tidak : dengan shampo
b) Keluhan : tidak ada
3) Kebersihan telinga
a) Kapan merawat/membersihkan telinga : sekali sehari
b) Apakah menggunakan alat pendengar : tidak
c) Keluhan : tidak ada
4) Kebersihan mata
a) Kebiasaan membersihkan mata : tidak pernah
b) Keluhan : tidak ada
5) Kebersihan mulut
a) Berapa kali menggosok gigi tiap hari : 2 kali sehari
b) Apakah menggunakan pasta gigi : iya
c) Keluhan : tidak ada
6) Kebersihan kuku
a) Kapan memotong kuku : satu minggu sekali
b) Apakah anda biasa menggunakan cat kuku : tidak
c) Keluhan : tidak ada
e. Pola Pemeliharaan Kesehatan
1) Penggunaan tembakau
a) Ya/tidak : ya
b) Berhenti kapan : berhenti sejak bedrest
c) Macam: pipa atau cerutu : rokok
d) Frekuensi : £ < 1 pack/hari, R1-2 pack/hari, £ > 2 pack/hari.
2) NAPZA
Ya/tidak. Jika ya : tidak
3) Alkohol
Ya/tidak. Jika ya : tidak
4) Intelektual
a) Pengetahuan tentang penyakit yang diderita : keluarga mengetahui tentang penyakit yang diderita pasien.
b) Pengertian tentang perawatan, pencegahan penyakit yang diderita : keluarga tidak mengerti dengan perawatan penyakit pasien.
f. Pola Reproduksi-Seksualitas
1) Gangguan hubungan seksual : Ada/tidak. Jika Ada, karena: ada, karena penyakit yang menyebabkan pasien mengalami gangguan mobilitas fisik.
2) Pemahaman terhadap fungsi seksual : kurang memahami



g. Pola Kognitif-Persepsi/Sensori
1) Keadaan mental : afasia dan tidak ada respon
2) Berbicara : tidak mampu berbicara
3) Bahasa yang dikuasai : RIndonesia, RLain-lain: Jawa
4) Kemampuan membaca : tidak mampu membaca
5) Kemampuan berkomunikasi : tidak mampu berkomunikasi
6) Kemampuan memahami informasi : tidak mampu memahami informasi
7) Tingkat ansietas (dengan alasannya) : £ ringan, Rsedang, £ berat, £ panik
8) Ketrampilan berinteraksi : £ memadai, R kurang memadai
9) Pendengaran : baik
10) Penglihatan : Pasien sulit membuka mata
11) Vertigo : tidak ada
12) Tak nyaman/nyeri : tidak terkaji
h. Pola Konsep Diri : tidak terkaji karena pasien somnolent
i. Pola Koping
1) Pengambilan keputusan : £ sendiri, Rdibantu orang lain, siapa: istri
2) Hal-hal yang dilakukan jika mempunyai masalah:
a) £ Tidur
b) £ Makan
c) £ Minum obat
d) £ Cari pertolongan
e) £ Marah
f) R Diam
g) £ Lain-lain (sebutkan) : ...........
j. Pola Peran-Berhubungan
1) Status pekerjaan :
a) £ Bekerja
b) £ Tidak mampu bekerja jangka pendek
c) £ Tidak mampu bekerja jangka panjang
d) R Tidak bekerja
2) Apakah klien berkecimpung dalam kelompok masyarakat: Tidak pernah lagi setelah sakit.
3) Sistem pendukung :
a) Ada / Tidak ada. Jika ada, siapa : ada
(1) R Pasangan
(2) £ Tetangga/teman
(3) £ Keluarga dalam rumah yang sama
(4) £ Keluarga dalam rumah terpisah
(5) £ Lain-lain, sebutkan: ...........
b) Dukungan keluarga selama masuk rumah sakit : istri selalu setia menunggu pasien selama di Rumah Sakit.
4) Kesulitan dalam keluarga : tidak ada gangguan atau kesulitan dalam hubungan dengan saudara ataupun keluarga.
5) Selama sakit
a) Bagaimana hubungan dengan anggota keluarga : baik
b) Bagaimana hubungan dengan masyarakat : kurang
c) Bagaimana hubungan dengan pasien lain, anggota kesehatan lain : baik
k. Pola Nilai dan Keyakinan
1) Sebelum sakit
a) Agama : Islam
b) Larangan agama : tidak ada
c) Kegiatan keagamaan
Macam : sholat
Frekuensi : 5 waktu / kali sehari
2) Selama sakit
a) Kegiatan keagamaan yang ingin dilakukan selama di Rumah Sakit : tidak terkaji karena pasien somnolent.







4. Pengkajian Fisik
a. Pengukuran TB : 170 cm.
b. Pengukuran BB : 45 kg.
c. Pengukuran Vital Sign :
1) Tekanan darah : 120/70 mmHg,
Diukur di : lengan kanan
Posisi pasien : semi fowler
2) Nadi : 60 x/mnt.
Reguler/irregular : reguler
Diukur di : nadi radialis kanan
3) Suhu : 370C
Diukur di : ketiak kiri
4) Respirasi : 16 x/mnt.
Reguler/irregular : irreguler
Karakter pernapasan : dalam
d. Tingkat Kesadaran (kuantitatif & kualitatif) : somnolent, GCS: 10
E : 3, V : 2, M : 5
e. Keadaan Umum:
Klien tampak sakit : £ ringan, £ sedang, R berat
Alasan : pasien nampak lemah dan dalam keadaan somnolent.
f. Pemeriksaan Fisik:
1) Kepala
a) Bentuk kepala, kulit kepala, luka, ketombe : bentuk kepala lonjong, kulit kepala kotor.
b) Pertumbuhan rambut: lebat, mudah rontok : pertumbuhan rambut jarang.
c) Kesan wajah (simetris/tidak, pembengkakan) : simetris, tidak ada pembengkakan
2) Mata
a) Kebersihan, gangguan pada mata: kemerahan, air mata, dll : kemerahan
b) Pemeriksaan celah mata, konjungtiva, dan sklera : pucat
c) Pemeriksaan pupil : isokor
d) Pemeriksaan visus dengan kartu snellen : tidak terkaji
e) Pemeriksaan tekanan bolamata (TIO) : tidak terkaji
f) Refleks terhadap cahaya : positif
3) Telinga
a) Fungsi pendengaran : tidak terkaji
b) Bentuknya : simetris antara bentuk telinga kanan maupun kiri.
c) Periksa lubang telinga dan membrana tympani : ada pantulan cahaya
d) Mastoid (nyeri, dll) : tidak terkaji
e) Apakah keluar cairan : tidak keluar cairan
f) Kebersihan : kotor
4) Hidung
a) Posisi septum : lurus/ simetris
b) Sekret hidung : ada sekret
c) Nyeri sinus, polip : tidak terkaji
d) Fungsi pembauan : tidak terkaji
e) Penggunaan aksesoris (tindik) : tidak ada penggunaan aksesoris
f) Terpasang oksigen di lubang hidung sebelah kiri
g) Terpasang NGT di lubang hidung sebelah kanan
5) Mulut dan tenggorokan
a) Kemampuan berbicara : tidak mampu berbicara
b) Keadaan bibir: Seilosis, Seilisis, gusi dan selaput lendir dan lain-lain
: tidak ada kelainan bentuk bibir.
c) Warna lidah : putih
d) Keadaan palatum : kotor
e) Gigi gerigi, letak gigi, kondisi gigi : gigi bagian depan atas sabagian sudah tidak ada.
f) Penggunaan aksesoris (tindik) : tidak menggunakan aksesoris
6) Leher
a) Bentuk, gerakan : simetris, gerakan terbatas
b) Pembesaran thiroid : tidak ada pembesaran tiroid
c) Kelenjar getah bening : tidak ada pembengkakan kelenjar getah bening
d) Kelainan lainnya : tidak ada
7) Dada
a) Inspeksi
(1) Perhatikan simetris atau tidak : simetris
(2) Kelainan bentuk dada : tidak ada kelainan bentuk dada
(3) Retraksi dada : tidak ada retraksi dada
(4) Ketinggalan gerak : tidak ada
(5) Karakter pernafasan : dalam
(6) Ukuran (konfigurasi) dada anterio-posterior : 2:1
(7) Ictus cordis : ictus cordis terlihat
b) Palpasi
(1) Simetris atau tidak pada waktu bernafas : simetris
(2) Adanya massa : tidak ada massa
(3) Pernafasan (kecepatan, kedalaman, jenis pernafasan) : pernafasan lambat dan dalam, kusmaul.
(4) Ictus cordis : ictus cordis teraba
c) Perkusi
(1) Suara pekak pada seluruh lapang paru
(2) Bunyi dullness berkurang pada jantung
d) Auskultasi
(1) Suara napas : egophoni
(2) Bunyi tambahan : ronkhi basah
8) Punggung
- Tidak ada kelainan bentuk punggung


9) Abdomen
a) Inspeksi
(1) Warna kulit : kuning langsat
(2) Bentuk/kontur : agak buncit
(3) Simetris atau tidak : simetris
(4) Ada luka di bagian kanan perutnya
b) Auskultasi
Suara bising usus : 25 x/menit
c) Perkusi
Suara timpani dan tidak ada ascites
d) Palpasi
(1) Tidak ada pembesaran hepar maupun lien
(2) Tidak ada distensi abdomen
10) Ekstremitas
Atas :
a) Terpasang infus di tangan kiri
b) Terdapat luka dekubitus di lengan atas bagian kanan
Bawah :
a) Terdapat ulkus di tungkai kaki kanan
11) Integumen
a) Ulkus dekubitus di punggung, pantat
b) Turgor kulit tidak elastis
12) Genetalia
Terpasang plastik atau tampungan urin.
5. Rencana Pulang
a. Di tempat tinggalnya, pasien tinggal dengan :
1) £ sendirian
2) R keluarga
3) £ lainnya (sebutkan) :.............
b. Keinginan tinggal setelah pulang :
1) R di rumah
2) £ tidak tahu
3) £ lainnya (sebutkan) : .............
c. Pelayanan kesehatan yang digunakan sebelumnya
1) R Home care
2) £ Puskesmas
3) £ Rumah Sakit
4) £ lainnya (sebutkan) : ...............
d. Kendaraaan yang digunakan saat pulang :
1) R mobil
2) £ ambulance
3) £ us/taksi
e. Bantuan yang diperlukan setelah pulang : bantuan untuk perawatan luka dan perawatan pasien di rumah.

6. Diagnostik Test
a. Hematologi Rutin (tanggal :20 Juni 2011)
Darah Lengkap
Hemoglobin : L 8,2 gr/dL (13,5-17,5)
Lekosit : 9,38 ribu/mmk (4,50-11,00)
Hitung Jenis
Eosinofil : H 9,1 % (0,0-5,0)
Basofil : 0,1 % (0,0-2,0)
Segmen : 64,5 % (47,0-80,0)
Limfosit : 21,2 % (13,0-40,0)
Monosit : 5,1 % (2,0-11,0)
Hematokrit : L 27,4 % (41,0-53,0)
Eritrosit : L 3,41 juta/mmk (4,50-5,90)
RDW : H 17,80 % (11,60-14,80)
MCV : L 8,40 fL (92,00-121,00)
MCH : L 24,00 pg (31,00-37,00)
MCHC : 29,90 g/dL (29,00-36,00)
Trombosit : H 502 ribu/mmk (140-440)
MPV : 8,10 fL (4,00-11,00)
PDW : 8,4 fL
Karbohidrat
Glukosa sewaktu 95 mg/dL (70-140)
b. Rontgen Thorak (tanggal : 21 juni 2011)
Hasil : apikal paru tenang, corakan bronchovaskuler kasar dengan air bronchogram minimal dan susp. Bronkhitis.
Besar cor dalam batas normal
Tanggal 15 Juni 2011
Hasil : gambaran Bronkhitis dengan vaskuler paru meningkat, bronchovaskuler kasar.
c. MSCT Head slices 5 mm axial (tanggal : 1 Juni 2011)
Hasil : mild atrofi cortex cerebri dengan susp.infark fokal perietal kanan.
d. EKG (tanggal : 30 Mei 2011)
Rate : 99
R-R : 606 ms
QRS : 73 ms
AXIS : 63
PR : 130 ms
QT : 330 ms
QT c : 426
RV 5 (15,7) + S V 1 (8,2) = 23,9 mm



7. program pengobatan
No Nama Obat Indikasi Kontra Indikasi Efek Samping Implikasi Kep.
1. Sistenol 80 mg
3x1 Terapi tambahan untuk pasien dengan sekresi mukus abnormal / kental pada kondisi bronchopulmonary Hipersensitif terhadap asetil sistein atau komponen lain dalam formula. (4) Gangguan hati. (2) Reaksi hipersensitivitas (bronkospasme, angioedema, kemerahan, gatal), hipotensi / hipertensi (kadang- Nebulasi (3,5) : 3-5 mL larutan 20% atau 6-10 mL larutan 10%, diberikan melalui face mask atau mouthpiece

2. Citirizine 250 mg
1x1 pengobatan perenial rinitis, alergi rinitis dan urtikaria idiopatik kronis. Rasa kantuk dapat timbul pada pemakaian 50 mg secara dosis tunggal.
Dapat terjadi agitasi pada anak-anak.
Dewasa dan anak ≥ 12 tahun : 1 x sehari 1 kapsul
3. Claucot : diamox 500 mg
2x ½ berbagai jenis serangan epilepsy, termasuk generalized tonic-clonic (grand mal seizures), absence (petit mal) seizures, dan catamenial (menstrual) seizures. Obat ini juga digunakan sebagai terapi tambahan untuk partial seizures. Obat ini juga digunakan untuk mengobati penyakit lain seperti glaucoma dan penyakit ketinggian.  kebingungan
 sering buang air kecil
 pusing
 mati rasa
 batu ginjal
 kehilangan perut nafsu makan
 kehilangan energi
 sakit kepala
 gelisah
 letih
 mual Bentuk obat: pil (tablet, kapsul, dan extended release)
Dosis: 250 mg. – 1000 mg per hari
4. Q-ten 250 mg
1x1 Katalis alami untuk pembentukan energi dari makanan & antioksidan 1 kapsul 1x/hr
Kapsul 100 mg x 30

5. Damperidone 50 mg
3x1 Dispepsia fungsional, mual dan muntah akut atau mual-muntah karena pemberian levodopa dan bronmokritptin > 12 minggu Prolaktinoma tumor hipofise yang mengeluarkan prolaktin Sedasi, Rx ekstrapiramidal distonik, parkinson diskinesia tardif, galaktore, ginekomastia, mulut kering, sakit kepala, diarem ruam, kulit, rasa haus, cemas, gatal Dispepsia fungsional Dewasa dan lansia 10-20 mg 3x/hr dan 10-20 mg 1x sebelum tidur malam selama maks: 12 minggu. Mual muntah (ternasuk karena levodopa dan bromokriptin) Dewasa dan lansia 10-20 mg tiap 4-8 jam. Anak 0.2-0.4


6. Ambroxol 500 mg
3x1 penyakit saluran pernapasan akut dan kronis yong disertai dengan sekresi bronkial yang abnormal, terutama pada serangan akut dan bronkitis kronis asma bronkial, bronkitis asmatik, pengobatan sebelum dan sesudah operasi serta pada perawatan intensif untuk menghindari komplikasi paru-paru. Efek GI ringan. Tablet: Dewasa dan Anak > 10 tahun 1 tab, 5-10 tahun ½ tab. Diberikan 3x/hr. Sirup: Dewasa dan Anak > 10 tahun 2 sdt 3x/hr, 5-10 tahun 1 sdt 2-3 x/hr, 2-5 tahun ½ sdt 3x/hr, <2 tahun ½ sdt 2x/hr





Analisa Data

No Data Masalah Penyebab
1. DS : -
DO :
1. MSCT Head : mild atrofi cortex cerebri dengan suspeet infark fokal parietal kanan.
2. CT scan : atrofi cerebri, infark multiple (+), hidrochepalus ex vacvo.
3. Tekanan darah : 150/90 mmHg
4. Suhu 37,50C
5. Nadi 87 x/menit.
6. Respirasi : 20 x/menit.
7. Abnormalitas bicara
8. Gangguan status mental
9. Kesadaran apatis Perfusi jaringan otak tidak efektif. Gangguan transport oksigen
2. DS : -
DO :
1. Cyanosis
2. Kesulitan berbicara
3. Batuk tidak efektif
4. Kelainan suara nafas (wheezing)
5. Perubaan frekuensi dan irama pernafasan

Bersihan jalan nafas tidak efektif Penumpukan sekret
3. DS : -
DO :
1. Ulkus pada siku dextra, tumit dextra sinistra
2. Ulkus pada bokong
3. Ulkus pada punggung
4. Klasifikasi ulkus tingkat 4 Kerusakan integritas kulit Immobilitas fisik
4. DS : -
DO :
1. ADLs dibantu total
2. Kesadaran apatis Intoleransi aktivitas Imobilisasi












B. Diagnosa keperawatan
No Dianosa Keperawatan
1 Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d penumpukan secret
DO : -
DS :
6. Cyanosis
7. Kesulitan berbicara
8. Batuk tidak efektif
9. Kelainan suara nafas (wheezing)
10. Perubahan frekuensi dan irama pernafasan
2. Perfusi jaringan otak tidak efektif b.d. gangguan transport oksigen.
DO : -
DS :
10. MSCT Head : mild atrofi cortex cerebri dengan suspeet infark fokal parietal kanan.
11. CT scan : atrofi cerebri, infark multiple (+), hidrochepalus ex vacvo.
12. TD : 150/90 mmHg
13. Suhu 37,50C
14. Nadi 87 x/menit.
15. RR : 20 x/menit.
16. Abnormalitas bicara
17. Gangguan status mental
18. Kesadaran apatis



3 Kerusakan integritas kulit b. d. Immobilitas fisik
DS : -
DO :
5. Ulkus pada siku dextra, tumit dextra sinistra
6. Ulkus pada bokong
7. Ulkus pada punggung
- Klasifikasi ulkus tingkat 4
4 Intoleransi aktivitas b. d. Imobilisasi
DS : -
DO :
3. ADL dibantu total
- Kesadaran apatis







C. Rencana Keperawatan
Nama Pasien : Bp S.
Ruangan : VI
No. Diagnosa
Keperawatan & Data Penunjung Tindakan Keperawatan Rasional
Tujuan & Kriteria Tindakan
1


























Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d penumpukan secret
DO : -
DS :
1. Cyanosis
2. Kesulitan berbicara
3. Batuk tidak efektif
4. Kelainan suara nafas (wheezing)
5. Perubahan frekuensi dan irama pernafasan















Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien menunjukan keefektifan jalan nafas,dengan criteria hasil :
a. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu
b. Saturasi O2 dalam batas normal
c. Foto thorak dalam batas normal










a. Kaji fungsi pernafasan seperti, bunyi nafas, kecepatan, irama, dan kedalaman penggunaan otot aksesori
b. Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa / batuk efektif.
c. Berikan klien posisi semi atau fowler tinggi, bantu klien untuk batuk dan latihan untuk nafas dalam.
d. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea.

e. Pertahanan masukan cairan seditnya 2500 ml / hari, kecuali ada kontraindikasi
f. Lembabkan udara respirasi.
g. Berikan obat-obatan sesuai indikasi : agen mukolitik, bronkodilator , dan kortikosteroid a. Penurunan bunyi nafas dapat menunjukan atelektasis, ronkhi, mengi menunjukkan akumulasi sekret / ketidakmampuan untuk membersihkan jalan nafas yang dapat menimbulkan penggunaan otot aksesori pernafasan dan peningkatan kerja penafasan.
b. Pengeluaran sulit jika sekret sangat tebal sputum berdarah kental diakbatkan oleh kerusakan paru atau luka brongkial dan dapat memerlukan evaluasi lanjut.
c. Posisi membatu memaksimalkan ekspansi paru dan men urunkan upaya pernapasan. Ventilasi maksimal meningkatkan gerakan sekret kedalam jalan napas bebas untuk dilakukan.
d. Mencegah obstruksi /aspirasi penghisapan dapat diperlukan bila klien tak mampu mengeluaran sekret.
e. Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengecerkan sekret membuatnya mudah dilakukan.
f. Mencegah pengeringan mambran mukosa, membantu pengenceran sekret.
g. Menurunkan kekentalan dan perlengketan paru, meningkatkan ukuran kemen percabangan trakeobronkial berguna padu adanya keterlibatan luas dengan hipoksemia.
2 Perfusi jaringan otak tidak efektif b.d. gangguan transport oksigen.
DO : -
DS :
1. MSCT Head : mild atrofi cortex cerebri dengan suspeet infark fokal parietal kanan.
2. CT scan : atrofi cerebri, infark multiple (+), hidrochepalus ex vacvo.
3. TD : 150/90 mmHg
4. Suhu 37,50C
5. Nadi 87 x/menit.
6. RR : 20 x/menit.
7. Abnormalitas bicara
8. Gangguan status mental
9. Kesadaran apatis Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 perfusi jaringan serebral efektif dengan kriteria hasil :
a. kesadaran baik
b. fungsi motorik dan sensorik kembali baik
c. tanda vital stabil
d. nyeri kepala berkurang/hilang
e. tidak ada tanda PTIK a. Bedrest dengan posisi kepala terlentang atau posisi elevasi 15 - 45 ° sesuai indikasi
b. Monitor tanda-tanda vital tiap 2 jam
c. Monitor status neurologik secara tratur
d. Kaji adanya kaku kuduk, twicting, iritabilitas dan kejang
e. Kolaborasi cairan IV
f. Bantu klien untuk menghindari batuk, mengedan, muntah

g. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang
h. Kolaborasi pemberian Oksigen
a. Perubahan tekanan CSS mungkin merupakan resiko tindaka medis yang memerlukan tindakan segera
b. Normalnya autoregulasi mampu mempertahankan aliran darah serebral dengan konstan dampak adanya fluktuasi pada tekanan darah sistemik
c. Pengkajian adanya perubahan tingkat kesadaran penting dalam penentuan lokasi, penyebaran dan perkembangan dari kerusakan serebral
d. Merupakan tanda adanya iritasi meningeal dan mungkin dapat terjadi pada periode akut atau penyembuhan
e. Meminimalkan fluktuasi dalam aliran vaskuler dan TIK
f. Aktivitas seperti ini akan meningkatkan tekanan intra torak dan intra abdomen yang dapat meningkatkan TIK
g. Meningkatkan istirahat dan menurunkan stimulasi yang berlebihan
h. Membantu oksigenasi ke otak
3. Kerusakan integritas kulit b. d. Immobilitas fisik
DS : -
DO :
1. Ulkus pada siku dextra, tumit dextra sinistra
2. Ulkus pada bokong
3. Ulkus pada punggung
4. Klasifikasi ulkus tingkat 4 Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan integritas kulit membaik dengan kriteria hasil:
a. Ulkus dapat sembuh dan tidak meluas
b. Kulit tidak kemerahan dan terjadi iritasi yang lebih parah a. Lakukan mobilisasi semaksimal mungkin untuk menghindari periode penekanan yang terlalu lama
b. Ajarkan pada pasien atau keluarga pasien supaya mengerti tindakan-tindakan yang tepat untuk mencegah penekenan,gesekan,pergeseran.
c. Ganti posisi sekurana-kurangnya tiap 2 jam
a. Dengan dilakukan mobilisasi secara rutin (alih posisi) diharapkan kulit pasien tidak terlalu lama tertekan sehingga vaskularisasi menjadi lancar.
b. Memberikan dorongan pada pasien dan keluarga untuk secara aktif ikut serta dalam proses penyembuhan dan asuhan keperawatan, sehingga dengan begitu tujuan dapat segera tercapai.
c. Dengan menjaga kulit yang senantiasa kering dan bersih hal ini akan dapat mempercepat penyembuhan dimana keadaan kulit pasien terutama luka/vesikel yang mudah pecah ( mencegah penularan dan penyebaran luka.




4. Intoleransi aktivitas b. d. Imobilisasi
DS : -
DO :
1. ADL dibantu total
2. Kesadaran apatis Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 hari diharapkan mobilitas fisik kembali optimal dengan kriteria hasil :
a. Pasien mampu mempertahankan kemampuan dan meningkatkan kekuatan dan fungsi umum
b. Pergerakan normal
c. ROM meningkat
d. Mampu melakukan aktivitas sehari-hari
e. Tidak tremor
f. Terbebas dari komplikasi akibat immobilisasi a. Kaji kemampuan fungsional, derajat immobilisasi dengan skala 0-4
b. Lakukan perubahan posisi tiap 2 jam
c. Bantu pasien dalam pemenuhan ADL
d. Bantu pasien dalam program penggunaan alat bantu mobilisasi
e. Bantu dalam latihan ROM
f. Kolaborasi fisioterapi a. Mengidentifikasi kemungkinan kerusakan secara fungsional dan menentukan intervensi yang akan dilakuakn
b. Perubahan posisi yang teratur meningkatkan sirkulasi darah ke seluruh tubuh
c. Klien memerlukan bantuan perawat dalam pemenuhan ADL
d. Proses penyembuhan yang lambat memerlukan penggunaan alat bantu yang lama untuk aktivitas
e. Mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi / posisi normal pada ekstremitas dan menurunkan terjadinya vena stasis Untuk melakukan latihan ROM aktif/pasif
f. Untuk melakukan latihan ROM aktif/pasif



D. Catatan Perkembangan
Nama Pasien : Bp S
Umur : 67 tahun
Ruangan : VI
Diagnosis Medis : Infark Serebri dengan Bronkhitis dan Ulkus Dekubitus
No Diagnosa Keperawatan Tgl / Jam Perkembangan (SOAPIE) Tanda Tangan
1.


Ketidakefektifan bersihan
jalan napas berhubungan
dengan sekresi yang tertahan
atau sisa sekresi, ditandai
dengan :
DS : -
DO :
a. Pasien tampak batuk
b. Suara napas tambahan ronkhi basah
c. Rontgen thorak : bronkhovaskuler kasar
d. Pernapasannya lambat dan dalam
e. Respirasi : 16 x/menit, irreguler.
f. Saat di suction
terdapat banyak
dahak.
g. Terpasang oksigen
Binasal 3 Lpm
20/06/2011
08.00








12.30


13.00
13.15
14.00

14.30



I :
Mengobservasi keadaan pasien :
Keadaan umum tampak sakit berat
Kesadaran somnolent
Napas dibantu dengan O2 binasal 3 Lpm
Terdapat suara napas tambahan : ronkhi basah
Pasien tampak batuk-batuk berdahak
Pernapasan lambat dan dalam
Respirasi irreguler
Posisi baring semi fowler
Mengukur tanda-tanda vital :
Suhu : 370C
Respirasi : 20 x/menit
Melakukan skin test “cefoperazone”
Hasil test : antibiotik cocok
Melakukan nebulizer dengan obat flixotide dan combivent 0,5 mg/mL
Memberikan injeksi cefoperazone 1 gr
E : keadaan pasien masih lemah dan dengan kesadaran somnolent, napas masih dibantu dengan O2 binasal 3 Lpm, suara napas tambahan ronkhi basah dan pasien masih batuk-batuk berdahak dan posisi baringnya semi fowler.

21/06/2011
14.00





15.00



18.00

19.30

20.00
22/06/2011
14.30



19.00



S : -
O : pasien tampak lemah, kesadaran somnolent, terpasang O2 binasal 3 Lpm, dan pasien tampak batuk-batuk berdahak.
A : masalah belum teratasi
P : intervensi lanjut
I :
Mengobservasi keadaan pasien :
Pasien tampak lemah, kesadaran somnolent
Napas dibantu dengan O2 binasal 3 Lpm, dan masih batuk-batuk.
Melakukan nebulezer
Untuk mengencerkan dahak
Memberi obat parenteral
Primperan 1 amp
Mengeluarkan lendir dengan suction

Mengobservasi keadaan pasien :
Pasien tampak lemah, sedang tidur
Mengontrol pasien, sudah tenang dan batuknya sudah sedikit mereda.
Mengukur tanda-tanda vital :
Suhu : 37,50 C
Respirasi : 26 x/menit
TD :138/90
E : keadaan umum pasien tenang, batuknya sedikit mereda dan respirasinya 26 x/menit
.
23/06/2011
07.00

9.45


10.00




11.00

13.30 S : -
O : napas dibantu O2 binasal 2 Lpm, respirasi : 22 x/menit, batuk berdahak kadang-kadang. Suara napas tambahan ronkhi basah dan pasien tidur
A : masalah teratasi sebagian
P : intervensi lanjut
I :
Mengobservasi keadaan pasien, lemah, tenang dan pasien tidur.
Memberikan obat parenteral :
Primperan 1 amp
Mengobservasi pasien, tenang dan tidur dan batuknya kadang-kadang.
Mengukur tanda-tanda vital :
Suhu : 360C
Respirasi : 24 x/menit
E : pasien tampak tenang dan tidur, batuknya kadang-kadang dan masih terdengar suara napas tambahan (ronkhi basah).
2. Ketidakefektifan pola napas
berhubungan dengan
hiperventilasi, ditandai dengan :
DS : -
DO :
a. Karakter pernapasan
dalam
b. R : 16 x/menit
c. Irreguler 20/06/2011
10.00


12.30
14.00
I :
Mengobservasi napas pasien :
Pernapasan pasien dalam dan irreguler.
Napasnya dibantu dengan O2 binasal 3 Lpm.
Mengukur frekuensi napas : 20 x/menit
Mengukur frekuensi napas : 20 x/menit
E : pernapasan pasien masih dalam dan irreguler, frekuensi napas : 20 x/menit
21/06/2011





15.00


19.00


1.00
15.05
16.00 S : -
O : pernapasan masih irreguler dan dibantu dengan O2 binasal 3 Lpm
A : masalah belum teratasi
P : intervensi lanjut
I :
Mengobservasi napas pasien :
Napas irreguler dan dibantu dengan O2 binasal 3 Lpm.
Mengontrol pasien, pernapasan dalam dan irreguler karena terdapat lendir yang menyumbat, melakukan suction.

Mengontrol pasien, napasnya mulai teratur.
Mengukur frekuensi napas : 26 x/menit
E : frekuensi napas : 26 x/menit dan
pernapasannya dalam dan agak cepat.
22/06/2011





14.00



15.00



17.00

19.00
S : -
O : pernapasan mulai teratur tapi masih dalam, masih dibantu dengan O2 binasal 2 Lpm.
A : masalah teratasi sebagian
P : intervensi lanjut
I :
Mengobservasi pernapasan pasien :
Napasnya mulai teratur tapi masih dalam
Masih dibantu dengan O2 binasal 2 Lpm
Pasien tenang.
Mengontrol pasien :
Pasien tenang dan napasnya teratur
Air oksigennya masih

Mengukur frekuensi napas pasien : 22 x/menit
Memposisikan pasien dengan
Posisi kepala di tingnggikan
E : frekuensi napas : 22 x/menit, pasien tenang dan napasnya teratur.
3. Ketidakseimbangan nutrisi
Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan menelan
makanan, ditandai dengan :
DS : -
DO :
a. BB berkurang 8 kg
b. Pasien nampak lemah dan badannya kurus
c. Adanya diet cair
d. Terpasang NGT pada lubang hidung sebelah kanan
e. Terpasang infus (RL) di tangan sebelah kanan. 20/06/2011
11.00





12.30






I :
Mengobservasi keadaan pasien :
Pasien dalam keadaan lemah, kurus dan dalam kesadaran somnolent.
Terpasang NGT pada lubang hidung sebelah kanan.
Infus (RL) lancar dan terpasang di tangan sebelah kanan.
Memberi makan makanan cair lewat NGT (sonde) sebanyak 150 cc dan obat :
Aspar K 1 tab.
E : pasien dalam keadaan lemah dan somnolent, terpasang NGT pada hidung sebelah kanan, dan terpasang infus (RL) di tangan sebelah kanan.
21/06/2011
14:30





16.00

17.45

S : -
O : terpasang NGT pada lubang hidung sebelah kanan dan infus pada tangan sebelah kanan.
A : masalah belum teratasi
P : intervensi lanjut
I :
Mengobservasi pasien: masih terpasang NGT dan infus di tempat yang sama.
Memberi makan makanan cair lewat NGT (sonde) sebanyak 150 cc.
E : pasien masih terpasang NGT dan infus.


22/06/2011




14.20

17.30


S : -
O : pasien terpasang NGT dan infus
A : masalah belum teratasi
P : intervensi lanjut
I
Mengobservasi pasien : masih terpasang NGt dan infus di tempat yang sama.
Memberi makan makanan cair lewat NGT (sonde) sebanyak 150 cc.
Memberi makan makanan cair lewat NGT (sonde) sebanyak 200 cc.
E : pasien masih terpasang NGT dan infus
4. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan hambatan mobilitas fisik, ditandai
dengan :
DS : -
DO :
a. Terdapat luka
dekubitus di
punggung, pantat
b. Terdapat luka di
tungkai kaki kanan dan kiri
c. Pasien bedrest total 20/06/2011
08.00












12.30
13.00
20.00


I :
Mengkaji keadaan luka pasien :
Luka dekubitus di pungggung dan pantat, karakteristik nya :
d. Warna : di punggung berwarna putih, di pantat berwarna merah
a. Kedalaman : di punggung sampai dermis, di pantat sampai subkutan
b. Keadaan luka : di punggung luka mengering, di pantat lukanya basah
c. Bau : di punggung tidak bau, di pantat bau
Terdapat ulkus di tungkai kaki kanan dan kiri, karateristiknya :
Warna : merah
Kedalaman : sampai tulang
Keadaan luka : luka basah
Bau : sedikit bau
Luka dibalut dengan kasa
Mengukur suhu : 37,10C
Skin tes “cefoperazone” secara intrakutan
Hasilnya : antibiotik cocok
E : luka terbalut dengan kasa dan suhu nya 370C.
21/06/2011




14.00


14.30

18.00

20.00 S : -
O : luka terbalut dengan kasa
A : masalah belum teratasi
P : intervensi lanjut
I :
Mengobservasi luka pasien : luka dibalut dengan kasa dan pada tungkai di ganjal dengan sarung tangan yang berisi air untuk mengurangi tekanan.
Memandikan pasien.
Klien nampak tenang
Observasi luka klien: luka di balut dengan
kasa
E : luka masih dibalut dengan kasa dan pada tungkai kaki diganjal dengan sarung tangan berisi air dan suhunya 37,50C

22/06/2011
15.00





16.00



17.00


19.30 S : -
O : luka dibalut dengan kasa dan pada tungkai kaki diganjal dengan sarung tangan berisi air.
A : masalah belum teratasi
P : intervensi lanjut
I :
Melakukan perawatn luka, seluruh tubuh
Yg terdapat luka: punggung, dada, tangan,
Kaki bagian tungkai, bokong.
Dan mengganti kasa ppada bagian luka
Mengobservasi keadaan luka : luka dibalut dengan kasa dan pada tungkai diganjal dengan sarung tangan berisi air.
Mengukur suhu : 36 0C
E : luka masih dibalut dengan kasa dan pada tungkai masih di ganjal dengan sarung tangan berisi air dan suhunya 360C.


BAB III
PEMBAHASAN
Penulis telah memberikan asuhan keperawatan selama kurang lebih 3 (tiga) hari di Ruang VI, RS.Bethesda Yogyakarta pada tanggal 20-22 Juli 2011 dengan kasus kelolaan pada Bpk.S dengan bronkitis. Dalam memberikan asuhan keperawatan, penulis menggunakan pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
A. Pengkajian
Dalam melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan diare menggunakan pendekatan pola fungsi kesehatan Gordon dan pemeriksaan fisik secara Head to Toe yaitu pemeriksaan dari kepala sampai ujung kaki. Hasil yang diperoleh dari pengkajian tersebut antara lain: asupan makanan cair menggunakna sonde, terpasang NGT,aktifitas dibantu total , BAB 1 kali sehari dengan konsisten lembek berwarna kuning, BAK 1 kali warna kuning kecoklatan, klien memiliki kebiasaan meroko tapi sudah berhenti sejak bedrest.
Hasil yang diperoleh dalam pengkajian fisik secara fokus pada Tn. S pada tanggal 20 juni – 22 juni 2011, tanda- tanda vital tekanan darah : 150/90 mmHg,suhu 37,50C,nadi 87 x/menit,respirasi : 20 x/menit,abnormalitas bicara,Gangguan status mental,Kesadaran apatis Cyanosis, Kesulitan berbicara,batuk tidak efektif,kelainan suara nafas (wheezing),Perubaan frekuensi dan irama pernafasan,ulkus pada siku dextra, tumit dextra sinistra,ulkus pada bokong,Ulkus pada punggung,Klasifikasi ulkus tingkat,ADLs dibantu total, kesadaran apatis. Tanda gejalan yang di temukan pada Tn. S yang sesuai teori antara lain : Batuk siang dan malam terutama pada dini hari, daya tahan tubuh klien yang menurun, anoreksia sehingga berat badan klien sukar naik. Hal ini terjadi karena adanya penumpukan sekret seringga terjadi refleks batuk, terjadi penurunan daya tahan pasien karena melemahnya keadaan pasien dan komplikasi yang di timbulkan dan asupan nutrisi yang tidak ade kuat karena harus ada diit khusus cair.


Pada pemeriksaan diagnostik dalam teori menyebutkan bahwa pemeriksaan diagnostik pada klien bronkitis meliputi pemeriksaan yaitu Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan Radiologis selain itu pemeriksaan yang dilakukan pada Tn. S Hematologi Ruti,Rontgen Thorak (tanggal : 21 juni 2011) Hasil : apikal paru tenang, corakan bronchovaskuler kasar dengan air bronchogram minimal dan susp. Bronkhitis, MSCT Head slices 5 mm axial (tanggal : 21 Juni 2011) Hasil : mild atrofi cortex cerebri dengan susp infark fokal perietal kanan dan EKG (tanggal : 21 Mei 2011) . hal ini dilakukan untuk mengetahui bentuk torak dan paru serta , sehingga pemeriksaan ini di anggap lebih efektif.
B. Diangnosa keperawatan
Menurut Doenges ( 2000 ), diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus bronkitis antara lain :
1. Ketidakefektifan pola napas yang berhubungan dengan proses peradangan, sekresi mukus yang kental, kelemahan, upaya batuk buruk.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan sekresi mukus yang kental, kelemahan, upaya batuk buruk dan edema trakheal/ faringeal.
3. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme sekunder dari bakteremia/ viremia.
4. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh dan penurunan nafsu makan sekunder terhadap demam.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan kelemahan fisik umum.
6. Cemas berhubungan dengan kondisi sakit, prognosis penyakit yang berat.
7. Kurangnya pemenuhan informasi yang berhubungan dengan ketidakjelasan sumber informasi.
Selama kurang lebih 3 ( tiga ) hari, penulis memberikan asuhan keperawatan kepada klien Bp.S, penulis menemukan 4 ( empat ) diagnosa keperawatan, yaitu :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d penumpukan secret, diangkat sebagai diagnosa karena saat dilakukan pengkajian ditemukan adanya Cyanosis,kesulitan berbicara,batuk tidak efektif, elainan suara nafas (wheezing), perubahan frekuensi dan irama pernafasan.
2. Perfusi jaringan otak tidak efektif b.d. gangguan transport oksigen, diangkat sebagai diagnosa karena saat dilakukan pengkajian ditemukan adanya MSCT Head : mild atrofi cortex cerebri dengan suspeet infark fokal parietal kanan, CT scan : atrofi cerebri, infark multiple (+), hidrochepalus ex vacvo, tekanan darah 150/90 mmHg, suhu 37,50C, nadi 87 x/menit, respirasi 20 x/menit, abnormalitas bicara, gangguan status mental,kesadaran apatis.
3. Kerusakan integritas kulit b. d. Immobilitas fisik, diangkat sebagai diagnosa karena saat dilakukan pengkajian diperoleh data Ulkus pada siku dextra, tumit dextra sinistra,Ulkus pada bokong,Ulkus pada punggung,Klasifikasi ulkus tingkat 4.
4. Intoleransi aktivitas b. d. Imobilisasi diangkat sebagai diagnosa karena saat dilakukan pengkajian diperoleh data ADL dibantu total, kesadaran apatis.
C. Rencana keperawatan
Dari empat diagnosa keperawatan yang ditemukan, penulis membuat rencana keperawatan dan tindakan keperawatan sebagai berikut :
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret.
a. Rencana tindakan
1) Awasi frekwensi, kedalaman,dan upaya pernafasan
2) Berikan posisi kepala lebih tinggi/ miring.
3) Ajarkan pasien untuk nafas dalam
4) Berikan oksigen sesuai indikasi
b. Tindakan Keperawatan
1) Mengobservasi pernafasan dan vital sign
2) Memberikan posisi yang tepat
3) Menganjurkan pasien untuk istirahat.
2. Perfusi jaringan otak tidak efektif b.d. gangguan transport oksigen
a. Rencana tindakan
1) Bedrest dengan posisi kepala terlentang atau posisi elevasi 15 - 45 ° sesuai indikasi
2) Monitor tanda-tanda vital tiap 2 jam
3) Monitor status neurologik secara tratur
4) Kaji adanya kaku kuduk, twicting, iritabilitas dan kejang
5) Kolaborasi cairan IV
6) Bantu klien untuk menghindari batuk, mengedan, muntah
7) Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang
8) Kolaborasi pemberian Oksigen

b. Tindakan keperawatan
1) Memberikan posisi yang tepat.
2) Mengobservasi pernafasan dan vital sign.
3) Memberikan cairan IV
3. Kerusakan integritas kulit b. d. Immobilitas fisik
a. Rencana tindakan
1) Lakukan mobilisasi semaksimal mungkin untuk menghindari periode penekanan yang terlalu lama
2) Ajarkan pada pasien atau keluarga pasien supaya mengerti tindakan-tindakan yang tepat untuk mencegah penekenan,gesekan,pergeseran.
3) Ganti posisi sekurana-kurangnya tiap 2 jam
b. Tindakan keperawatan
1) Memiringkan pasien.
2) Memberikan saleb.
3) Memindahkan posisi.
c. Evaluasi
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari luka pasien terlihat sedikit mengering, Masalah belum teratasi
4. Intoleransi aktivitas b. d. Imobilisasi
a. Rencana tindakan
1) Kaji kemampuan fungsional, derajat immobilisasi dengan skala 0-4
2) Lakukan perubahan posisi tiap 2 jam
3) Bantu pasien dalam pemenuhan ADL
4) Bantu pasien dalam program penggunaan alat bantu mobilisasi
5) Bantu dalam latihan ROM
6) Kolaborasi fisioterapi
b. Tindakan keperawatan
1) Merubah posisi setiap 2 jam.
2) Membantu pasien dalam pemenuhan ADL
3) Kolaborasi fiso terapi.
D. Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan / implementasi asuhan keperawatan dilaksanakan selama tiga hari, 20 Juni - 22 Juni 2011 (20 Juni jam 07.00-14.00, 21 Juli 2011 jam 14.00-21.00, 22 Juni 2011 jam 14.00-21.00). Implikasi yang dilakukan sesuai dengan rencana tindakan keperawatan untuk setiap diagnosa yang disusun sebelumnya, yaitu :
1. Mengobservasi pernafasan dan vital sign
2. Memberikan posisi yang tepat
3. Menganjurkan pasien untuk istirahat.
4. Memberikan posisi yang tepat.
5. Mengobservasi pernafasan dan vital sign.
6. Memberikan cairan IV
7. Memiringkan pasien.
8. Memberikan saleb.
9. Memindahkan posisi.
10. Merubah posisi setiap 2 jam.
11. Membantu pasien dalam pemenuhan ADL
12. Kolaborasi fiso terapi.
E. Evaluasi.
Untuk menentukan tingkat keberhasilan asuhan keperawatan pada klien dengan bronkitis, penulis melakukan evaluasi proses yaitu setelah tindakan dilakukan dan evaluasi hasil yang dilakukan sesuai kriteria yang telah ditentukan dan di dapatkan hasil sebagai berikut :
1. Diagnosa keperawatan yang sudah teratasi
a. Bersihan jalan nafas, karena sudah tidak terdapat sekret.
2. Diagnosa keperawatan yang belum teratasi
a. Perfusi jaringan otak tidak efektif, karena klien masih menggunakan bantuan selang oksigen 3L.
b. Kerusakan integritas kulit, karena ulkus klien terlihat sedikit yang mengering, masalah belum teratasi.
c. Intoleransi aktivitas, karena pasien terlihat masih lemah, belum bisa melakukan aktivitas secara mandiri, masalah belum teratasi.
F. Pendokumentasian
Pendokumentasian asuhan keperawatan yang dilakukan, penulis menggunakan catatan pasien yang disusun berdasarkan masalah kesehatan spesifik yang dihadapi klien.Bentuk catatan perkembangan diantaranya SOAPIE ( Subyek, Obyek, Analisa, Planning, Implementasi, Evaluasi )
G. Faktor – faktor pendukung dan penghambat
1. Faktor pendukung
a. Adanya kerja sama yang diberikan oleh pasien dan pihak keluarga pasien.
b. Adanya pembimbing yang sangat mendukung dan membantu dalam proses penyusunan laporan.
c. Adanya kerja sama yang baik dengan kepala ruang dan perawat diruang VI dalam melaksanakan praktik laboratorium klinik semester IV.
2. faktor penghambat
a. keterbatsan waktu dalam penyusunan laporan.







BAB IV
PENUTUB
A. Kesimpulan
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada Bpk.S selama 3 ( tiga ) hari pada tanggal 20-22 juni 2011, penulis menggunakan pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan dan evaluasi.
Pengkajian yang penulis lakukan selama 3 hari pada Bpk, S ditemukan 4 diagnosa keperawatan yaitu :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d penumpukan secret
2. Perfusi jaringan otak tidak efektif b.d. gangguan transport oksigen
3. Kerusakan integritas kulit b. d. Immobilitas fisik
4. Intoleransi aktivitas b. d. Imobilisasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 hari terdapat 1 masalah yang teratasi, yaitu.
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d penumpukan secret
Masalah yang belum teratasi sebanyak 3 diagnosa keperawatan yaitu:
1. Perfusi jaringan otak tidak efektif b.d. gangguan transport oksigen
2. Kerusakan integritas kulit b. d. Immobilitas fisik
3. Intoleransi aktivitas b. d. Imobilisasi



B. Saran
1. Institusi STIKES Bethesda Yakum Yogyakarta
a. Melengkapi buku referensi dan menambah jumlah buku yang sudah ada.
b. Pelaksanaan ujian praktek labotorium dipertahankan sebagai tempat menguji kesiapan mahasiswa menghadapi praktek klinik keperawatan.
c. Menambah jumlah ruangan praktik , supaya semua kompetensi dapat tercapai.
d. Responsi sebaiknya rutin dilakukan setiap hari, sebelum dan sesudah praktik.
e. Menyediakan fasilitas perlengkapan praktik klinik seperti : handskun, dan masker.
2. Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
a. Memberikan kesempatan peserta didik untuk melakukan tindakan keperawatan.
b. Mendampingi peserta didik dalam melakukan tindakan.
c. Member saran dan masukan bagi peserta didik.
d. Meningkatkan pelayanan dan komunikasi yang terapeutik sehingga pasien dan keluarga merasa puas.












DAFTAR PUSTAKA


Aljeir. 2007. Asuhan Keperawatan dengan Infeksi dan Inflamasi Sistem Pernafasan.
Jakarta : EGC.

Anonim. [internet]. Hptt:/www.asuhankeperawatan.com.

Anonim. 2007. ISO Indonesia volume 42. Jakarta : Penerbit Ikatan Sarjana Farmasi
Indonesia.

Bataone, Marosa. 2002. Standar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta :
Yayasan Panti Rapih.

Doenges, Marilynn dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.

Sabtu, 14 Mei 2011

Indonesia Minim Jiwa Kepemimpinan

Kurangnya jiwa kepemimpinan menyebabkan krisis ekonomi masih terasa di Indonesia. Selama enam tahun ini, Indonesia masih tertinggal dibandingkan Malaysia, Singapura, Thailand, Korea Selatan, dan negara lain di kawasan Asia. Negara-negara tersebut sudah mampu keluar dari krisis dan menata ekonominya untuk menyambut permainan globalisasi dan ASEAN Free Trade Area (AFTA). Penyebab kemajuan mereka, menurut Charlo Mamora, Managing Partner Transforma, karena adanya dukungan dari perusahaan-perusahaan yang dapat menyikapi krisis tersebut dengan arif. Demikian dilaporkan harian Media Indonesia.
"Mereka melakukan penyelarasan pola pikir individu dan pembenahan kepemimpinan top team untuk organisasi. Kedua hal ini adalah yang paling menentukan dan membedakan suatu organisasi akan menjadi pemenang, biasa-biasa saja, atau bahkan punah," katanya di seminar Top Team Leadership di Jakarta baru-baru ini.
Lebih lanjut Charlo mengungkapkan, Jepang berhasil mengejar ketertinggalannya dengan Barat melalui gerakan kualitas, dan Korea mampu bersaing di pasaran internasional dengan program survival atau kuantum.
"Indonesia sebenarnya dapat mengikuti jejak kedua bangsa itu, mengejar ketertinggalan melalui gerakan penyelarasan mindset (mindset alignment movement). Tetapi, selama pejabat pemerintah melihat dirinya sebagai penguasa bukan pelayan masyarakat, selama itu pula perubahan berarti tidak akan terjadi. Selama mentalitas guru melihat dirinya sebagai pengajar, bukan sebagai pendidik, selama itu pula kualitas sumber daya manusia kita tidak akan mengalami perubahan besar," ucapnya.
Begitu juga dalam dunia bisnis. Menurut Charlo, perusahaan sebagai pelaku utama harus meninjau pola pikir yang dianut. Perusahaan harus berani mengubah pola pikir yang merugikan. Untuk itu, ada lima hal yang harus diperhatikan. Pertama, adanya visi yang menantang secara bisnis dan memiliki daya pikat bagi karyawan melalui transformasi komunikasi dari pimpinan. Visi perusahaan tersebut harus melekat di semua jajaran karyawan. Kedua, adanya program kuantum, atau lompatan dari perusahaan untuk mencapai nilai ekonomis yang tinggi.
Ketiga, adanya budaya dan praktik pengembangan talenta. Itu berarti, semua orang diberi kesempatan untuk mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuannya. Keempat, adanya proses plan-do-check-action (PDCA) yang berjalan pada setiap organ perusahaan dan terintegrasi secara keseluruhan. Kelima, adanya bahasa persatuan kerja dan interaksi dengan pelanggan atau pihak luar organisasi yang dijalani oleh keseluruhan orang dalam organisasi.
Kelima hal itu menurut Charlo membutuhkan tenaga yang luar biasa, tidak cukup lagi hanya dengan seorang CEO yang kuat seperti masa lalu.

Minggu, 16 Januari 2011

jantungku sehat

A. Pengertian.
Penyakit jantung koroner/ penyakit arteri koroner (penyakit jantung artherostrofik) merupakan suatu manifestasi khusus dan arterosclerosis pada arteri koroner. Unsur lemak yang disebut palque dapat terbentuk didalam arteri, menutup dan membuat aliran darah dan oksigen yang dibawanya menjadi kurang untuk disuplai ke otot jantung. Plaque terbentuk pada percabangan arteri yang ke arah aterion kiri, arteri koronaria kanan dan agak jarang pada arteri sirromflex. Aliran darah ke distal dapat mengalami obstruksi secara permanen maupun sementara yang di sebabkan oleh akumulasi plaque atau penggumpalan. Sirkulasi kolateral berkembang di sekitar obstruksi arteromasus yang menghambat pertukaran gas dan nutrisi ke miokardium. Kegagalan sirkulasi kolateral untuk menyediakan supply oksigen yang adekuat ke sel yang berakibat terjadinya penyakit arteri koronaria, gangguan aliran darah karena obstruksi tidak permanen (angina pektoris dan angina preinfark) dan obstruksi permanen (miocard infarct) Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Dep.kes, 1993.

Etiologi
Pria dan wanita dapat terkena penyakit jantung koroner. Penyakit jantung koroner dapat diturunkan secara turun temurun (keturunan). Mungkin juga merupakan perkembangan seperti pada usia lanjut dan pembentukan paque didalam arteri yang berlangsung lama. Anda bisa terkena penyakit jantung koroner jika anda mepunyai berat badan yang berlebihan (overweight) atau seseorang dengan tekanan darah tinggi dan diabetes. Kolesterol tinggi bisa juga menjadi penyakit jantung koroner. Penyakit jantung koroner bersumber dari aneka pilihan gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok, kebiasaan makan dengan tinggi lemak dan kurangnya olah raga.
Penyakit arteri koroner bisa menyerang semua ras, tetapi angka kejadian paling tinggi ditemukan pada orang kulit putih. Tetapi ras sendiri tampaknya bukan merupakan faktor penting dalam gaya hidup seseorang. Secara spesifik, faktor-faktor yang meningkatkan resiko terjadinya penyakit arteri koroner adalah: # Diet kaya lemak # Merokok # Malas berolah raga.

Kolesterol dan Penyakit Arteri Koroner
Resiko terjadinya penyakit arteri koroner meningkat pada peningkatan kadar kolesterol total dan kolesterol LDL (kolesterol jahat) dalam darah. Jika terjadi peningkatan kadar kolesterol HDL (kolesterol baik), maka resiko terjadinya penyakit arteri koroner akan menurun.
Makanan mempengaruhi kadar kolesterol total dan karena itu makanan juga mempengaruhi resiko terjadinya penyakit arteri koroner. Merubah pola makan (dan bila perlu mengkonsumsi obat dari dokter) bisa menurunkan kadar kolesterol. Menurunkan kadar kolesterol total dan kolesterol LDL bisa memperlambat atau mencegah berkembangnya penyakit arteri koroner.
Menurunkan kadar LDL sangat besar keuntungannya bagi seseorang yang memiliki faktor resiko berikut: # Merokok sigaret # Tekanan darah tinggi # Kegemukan # Malas berolah raga # Kadar trigliserida tinggi # Keturunan # Steroid pria (androgen).

Gejala
? Dada terasa tak enak(digambarkan sebagai mati rasa, berat, atau terbakar; dapat menjalar ke pundak kiri, lengan, leher, punggung, atau rahang)
? Sesak napas
? Berdebar-debar
? Denyut jantung lebih cepat
? Pusing
? Mual
? Kelemahan yang luar biasa

Resiko dan insidensi
Penyakit arteri koronaria merupakan masalah kesehatan yang paling lazim dan merupakan penyebab utama kematian di USA.Walaupun data epidemiologi menunjukan perubahan resiko dan angka kematian penyakit ini tetap merupakan tantangan bagi tenaga kesehatan untuk mengadakan upaya pencegahan dan penanganan. Penyakit jantung iskemik banyak di alami oleh individu berusia yang berusia 40-70 tahun dengan angka kematian 20 %. (Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Dep.kes, 1993).
Faktor resiko yang berkaitan dengan penyakit jantung koroner dapat di golongkan secara logis sebagai berikut:
1. Sifat pribadi Aterogenik.
Sifat aterogenik mencakup lipid darah, tekanan darah dan diabetes melitus. Faktor ini bersama-sama berperan besar dalam menentuak kecepatan artero- genensis (Kaplan & Stamler, 1991).
2. Kebiasaan hidup atau faktor lingkungan yang tak di tentukan semaunya.
Gaya hidup yang mempredisposisi individu ke penyakit jantung koroner adalah diet yang terlalu kaya dengan kalori, lemak jenuh, kolesterol, garam serta oleh kelambanan fisik, penambahan berat badan yang tak terkendalikan, merokok sigaret dan penyalah gunaan alkohol (Kaplan & Stamler, 1991).
3. Faktor resiko kecil dan lainnya.
Karena faktor resiko yang di tetapkan akhir-akhir ini tidak tampak menjelaskan keseluruhan perbedaan dalam kematian karena penyakit jantung koroner, maka ada kecurigaan ada faktor resiko utama yang tak diketahui bernar-benar ada.
Berbagai faktor resiko yang ada antara lain kontrasepsi oral, kerentanan hospes, umur dan jenis kelamin (Kaplan & Stamler, 1991).

Pencegahan
Resiko terjadinya penyakit arteri koroner bisa dikurangi dengan melakukan beberapa tindakan berikut: # Berhenti merokok # Menurunkan tekanan darah # Mengurangi berat badan # Melakukan olah raga.

C. Patofisiologi
Penyakit jantung koroner dan micardiail infark merupakan respons iskemik dari miokardium yang di sebabkan oleh penyempitan arteri koronaria secara permanen atau tidak permanen. Oksigen di perlukan oleh sel-sel miokardial, untuk metabolisme aerob di mana Adenosine Triphospate di bebaskan untuk energi jantung pada saat istirahat membutuhakn 70 % oksigen. Banyaknya oksigen yang di perlukan untuk kerja jantung di sebut sebagai Myocardial Oxygen Cunsumption (MVO2), yang dinyatakan oleh percepatan jantung, kontraksi miocardial dan tekanan pada dinding jantung.
Jantung yang normal dapat dengan mudah menyesuaikan terhadap peningkatan tuntutan tekanan oksigen dangan menambah percepatan dan kontraksi untuk menekan volume darah ke sekat-sekat jantung. Pada jantung yang mengalami obstruksi aliran darah miocardial, suplai darah tidak dapat mencukupi terhadap tuntutan yang terjadi. Keadaan adanya obstruksi letal maupun sebagian dapat menyebabkan anoksia dan suatu kondisi menyerupai glikolisis aerobic berupaya memenuhi kebutuhan oksigen.
Penimbunan asam laktat merupakan akibat dari glikolisis aerobik yang dapat sebagai predisposisi terjadinya disritmia dan kegagalan jantung. Hipokromia dan asidosis laktat mengganggu fungsi ventrikel. Kekuatan kontraksi menurun, gerakan dinding segmen iskemik menjadi hipokinetik.
Kegagalan ventrikel kiri menyebabkan penurunan stroke volume, pengurangan cardiac out put, peningkatan ventrikel kiri pada saat tekanan akhir diastole dan tekanan desakan pada arteri pulmonalis serta tanda-tanda kegagalan jantung.
Kelanjutan dan iskemia tergantung pada obstruksi pada arteri koronaria (permanen atau semntara), lokasi serta ukurannya. Tiga menifestasi dari iskemi miocardial adalah angina pectoris, penyempitan arteri koronarius sementara, preinfarksi angina, dan miocardial infark atau obstruksi permanen pada arteri koronari (Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Dep.kes, 1993).

D. Mekanisme hipertensi meningkatkan resiko
Bila kebanyakan pembacaan tekanan diastole tetap pada atau di atas 90 mmHg setelah 6-12 bulan tanpa terapi obat, maka orang itu di anggap hipertensi dan resiko tambahan bagi penyakit jantung koroner.
Secara sederhana di katakan peningkatan tekanan darh mempercepat arterosklerosis dan arteriosklerosis sehinggan ruptur dan oklusi vaskuler terjadi sekitar 20 tahu lebih cepat daripada orang dengan normotensi. Sebagian mekanisme terlibat dalam proses peningkatan tekanan darah yang mengkibatkan perubahan struktur di dalam pembuluh darah, tetapi tekaan dalam beberpa cara terlibat langusng. Akibatnya, lebih tinggi tekanan darah, lebih besar jumlah kerusakan vaskular.
Komplikasi utama dari penyakit arteri koroner
angina dan serangan jantung (infark miokardial).

Studi diagnostik
ECG menunjukan: adanya S-T elevasi yang merupakan tanda dri iskemi, gelombang T inversi atau hilang yang merupakan tanda dari injuri, dan gelombang Q yang mencerminkan adanya nekrosis.
Enzym dan isoenzym pada jantung: CPK-MB meningkat dalam 4-12 jam, dan mencapai puncak pada 24 jam. Peningkatan SGOT dalam 6-12 jam dan mencapai puncak pada 36 jam.
Elektrolit: ketidakseimbangan yang memungkinkan terjadinya penurunan konduksi jantung dan kontraktilitas jantung seperti hipo atau hiperkalemia.
Whole blood cell: leukositosis mungkin timbul pada keesokan hari setelah serangan.
Analisa gas darah: Menunjukan terjadinya hipoksia atau proses penyakit paru yang kronis ata akut.
Kolesterol atau trigliseid: mungkin mengalami peningkatan yang mengakibatkan terjadinya arteriosklerosis.
Chest X ray: mungkin normal atau adanya cardiomegali, CHF, atau aneurisma ventrikiler.
Echocardiogram: Mungkin harus di lakukan guna menggambarkan fungsi atau kapasitas masing-masing ruang pada jantung.
Exercise stress test: Menunjukan kemampuan jantung beradaptasi terhadap suatu stress/ aktivitas.

PENANGGULANGAN PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK)
1. Obat-obatan
2. Balon dan pemasangan stent
3. Operasi By-pass
4. EECP (Enhanced External Counter-Pulsation)

E. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Penyakit Jantung Koroner
1. Pengkajian
a. Aktivitas dan istirahat
Kelemahan, kelelahan, ketidakmampuan untuk tidur (mungkin di dapatkan Tachycardia dan dispnea pada saat beristirahat atau pada saat beraktivitas).
b. Sirkulasi
Mempunyai riwayat IMA, Penyakit jantung koroner, CHF, Tekanan darah tinggi, diabetes melitus.
Tekanan darah mungkin normal atau meningkat, nadi mungkin normal atau terlambatnya capilary refill time, disritmia.
Suara jantung, suara jantung tambahan S3 atau S4 mungkin mencerminkan terjadinya kegagalan jantung/ ventrikel kehilangan kontraktilitasnya.
Murmur jika ada merupakan akibat dari insufisensi katub atau muskulus papilaris yang tidak berfungsi.
Heart rate mungkin meningkat atau menglami penurunan (tachy atau bradi cardia).
Irama jnatung mungkin ireguler atau juga normal.
Edema: Jugular vena distension, odema anasarka, crackles mungkin juga timbul dengan gagal jantung.
Warna kulit mungkin pucat baik di bibir dan di kuku.
c. Eliminasi
Bising usus mungkin meningkat atau juga normal.
d. Nutrisi
Mual, kehilangan nafsu makan, penurunan turgor kulit, berkeringat banyak, muntah dan perubahan berat badan.
e. Hygiene perseorangan
Dispnea atau nyeri dada atau dada berdebar-debar pada saat melakukan aktivitas.
f. Neoru sensori
Nyeri kepala yang hebat, Changes mentation.
g. Kenyamanan
Timbulnya nyeri dada yang tiba-tiba yang tidak hilang dengan beristirahat atau dengan nitrogliserin.
Lokasi nyeri dada bagian depan substerbnal yang mungkin menyebar sampai ke lengan, rahang dan wajah.
Karakteristik nyeri dapat di katakan sebagai rasa nyeri yang sangat yang pernah di alami. Sebagai akibat nyeri tersebut mungkin di dapatkan wajah yang menyeringai, perubahan pustur tubuh, menangis, penurunan kontak mata, perubahan irama jantung, ECG, tekanan darah, respirasi dan warna kulit serta tingkat kesadaran.
h. Respirasi
Dispnea dengan atau tanpa aktivitas, batuk produktif, riwayat perokok dengan penyakit pernafasan kronis. Pada pemeriksaan mungkin di dapatkan peningkatan respirasi, pucat atau cyanosis, suara nafas crakcles atau wheezes atau juga vesikuler. Sputum jernih atau juga merah muda/ pink tinged.
i. Interaksi sosial
Stress, kesulitan dalam beradaptasi dengan stresor, emosi yang tak terkontrol.
j. Pengetahuan
Riwayat di dalam keluarga ada yang menderita penyakit jantung, diabetes, stroke, hipertensi, perokok.

2. Diagnosa keperawatan dan rencana tindakan
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan jantung atau sumbatan pada arteri koronaria.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien di harapkan mampu menunjukan adanya penurunan rasa nyeri dada, menunjukan adanya penuruna tekanan dan cara berelaksasi.
Rencana:
1. Monitor dan kaji karakteristik dan lokasi nyeri.
2. Monitor tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi, kesadaran).
3. Anjurkan pada pasien agar segera melaporkan bila terjadi nyeri dada.
4. Ciptakan suasana lingkungan yangtenang dan nyaman.
5. Ajarkan dan anjurkan pada pasien untuk melakukan tehnik relaksasi.
6. Kolaborasi dalam : Pemberian oksigen dan Obat-obatan (beta blocker, anti angina, analgesic)
7. Ukur tanda vital sebelum dan sesudah dilakukan pengobatan dengan narkosa.

b. Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, adanya jaringan yang nekrotik dan iskemi pada miokard.
Tujuan: setelah di lakukan tindakan perawatan klien menunnjukan peningkatan kemampuan dalam melakukan aktivitas (tekanan darah, nadi, irama dalam batas normal) tidak adanya angina.
Rencana:
1. Catat irama jantung, tekanan darah dan nadi sebelum, selama dan sesudah melakukan aktivitas.
2. Anjurkan pada pasien agar lebih banyak beristirahat terlebih dahulu.
3. Anjurkan pada pasien agar tidak “ngeden” pada saat buang air besar.
4. Jelaskan pada pasien tentang tahap- tahap aktivitas yang boleh dilakukan oleh pasien.
5. Tunjukan pada pasien tentang tanda-tanda fisiki bahwa aktivitas melebihi batas.

c. Resiko terjadinya penurunan cardiac output berhubungan dengan perubahan dalam rate, irama, konduksi jantung, menurunya preload atau peningkatan SVR, miocardial infark.
Tujuan: tidak terjadi penurunan cardiac output selama di lakukan tindakan keperawatan.
Rencana:
1. Lakukan pengukuran tekanan darah (bandingkan kedua lengan pada posisi berdiri, duduk dan tiduran jika memungkinkan).
2. Kaji kualitas nadi.
3. Catat perkembangan dari adanya S3 dan S4.
4. Auskultasi suara nafas.
5. Dampingi pasien pada saat melakukan aktivitas.
6. Sajikan makanan yang mudah di cerna dan kurangi konsumsi kafeine.
7. Kolaborasi dalam: pemeriksaan serial ECG, foto thorax, pemberian obat-obatan anti disritmia.

d. Resiko terjadinya penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan tekanan darah, hipovolemia.
Tujuan: selama dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi penurunan perfusi jaringan.
Rencana:
1. Kaji adanya perubahan kesadaran.
2. Inspeksi adanya pucat, cyanosis, kulit yang dingin dan penurunan kualitas nadi perifer.
3. Kaji adanya tanda Homans (pain in calf on dorsoflextion), erythema, edema.
4. Kaji respirasi (irama, kedalam dan usaha pernafasan).
5. Kaji fungsi gastrointestinal (bising usus, abdominal distensi, constipasi).
6. Monitor intake dan out put.
7. Kolaborasi dalam: Pemeriksaan ABG, BUN, Serum ceratinin dan elektrolit.

e. Resiko terjadinya ketidakseimbangan cairan excess berhubungan dengan penurunan perfusi organ (renal), peningkatan retensi natrium, penurunan plasma protein.
Tujuan: tidak terjadi kelebihan cairan di dalam tubuh klien selama dalam perawatan.
Rencana:
1. Auskultasi suar nafas (kaji adanya crackless).
2. Kaji adanya jugular vein distension, peningkatan terjadinya edema.
3. Ukur intake dan output (balance cairan).
4. Kaji berat badan setiap hari.
5. Anjurkan pada pasien untuk mengkonsumsi total cairan maksimal 2000 cc/24 jam.
6. Sajikan makan dengan diet rendah garam.
7. Kolaborasi dalam pemberian deuritika.

DAFTAR PUSTAKA
• Barbara C long. (1996). Perawatan Medical Bedah. Pajajaran Bandung.
• Carpenito J.L. (1997). Nursing Diagnosis. J.B Lippincott. Philadelpia.
• Carpenito J.L. (1998.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8 EGC. Jakarta.
• Doengoes, Marylin E. (2000). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 3 EGC. Jakarta.
• Hudack & Galo. (1996). Perawatan Kritis. Pendekatan Holistik. Edisi VI, volume I EGC. Jakarta.
• Junadi, Purnawan. (1982). Kapita Selekta Kedokteran. Media aesculapius Universitas Indonesia. Jakarta.
• Kaplan, Norman M. (1991). Pencegahan Penyakit Jantung Koroner. EGC Jakarta.
• Lewis T. (1993). Disease of The Heart. Macmillan. New York.
• Marini L. Paul. (1991). ICU Book. Lea & Febriger. Philadelpia.
• Morris D. C. et.al, The Recognation and treatment of Myocardial Infarction and It’sComplication.
• Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan. (1993). Proses Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Krdiovaskuler. Departemen Kesehatan. Jakarta

Lebih lengkap disini: Asuhan Keperawatan Penyakit Jantung Koroner PJK | kumpulan askep askeb | download KTI Skripsi | asuhan keperawatan kebidanan
http://terselubung.cz.cc/
BRONCHITIS


By. Dafid Arifiyanto



PENDAHULUAN
Bronchitis adalah suatu penyakit yang ditandai adanya dilatasi ( ektasis ) bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik. Perubahan bronkus tersebut disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam dinding bronkus berupa destruksi elemen-elemen elastis dan otot-otot polos bronkus. Bronkus yang terkena umumnya bronkus kecil (medium size ), sedangkan bronkus besar jarang terjadi.
Bronchitis kronis dan emfisema paru sering terdapat bersama-sama pada seorang pasien, dalam keadaan lanjut penyakit ini sering menyebabkan obstruksi saluran nafas yang menetap yang dinamakan cronik obstructive pulmonary disease ( COPD ).
Dinegara barat, kekerapan bronchitis diperkirakan sebanyak 1,3% diantara populasi. Di Inggris dan Amerika penyakit paru kronik merupakan salah satu penyebab kematian dan ketidak mampuan pasien untuk bekerja. Kekerapan setinggi itu ternyata mengalami penurunan yang berarti dengan pengobatan memakai antibiotik.
Di Indonesia belum ada laporan tentang anka-angka yang pasti mengenai penyakit ini. Kenyataannya penyakit ini sering ditemukan di klinik-klinik dan diderita oleh laki-laki dan wanita. Penyakit ini dapat diderita mulai dari anak bahkan dapat merupakan kelainan congenital.

ETIOLOGI
Penyebab bronchitis sampai sekarang masih belum diketahui dengan jelas. Pada kenyataannya kasus-kasus bronchitis dapat timbul secara congenital maupun didapat.

Kelainan congenital
Dalam hal ini bronchitis terjadi sejak dalam kandungan. Factor genetic atau factor pertumbuhan dan factor perkembangan fetus memegang peran penting. Bronchitis yang timbul congenital ini mempunyai ciri sebagai berikut :
Bronchitis mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau kedua paru.
Bronchitis konginetal sering menyertai penyakit-penyakit konginetal lainya, misalnya : mucoviscidosis ( cystic pulmonary fibrosis ), sindrom kartagener ( bronkiektasis konginetal, sinusitis paranasal dan situs inversus ), hipo atau agamaglobalinemia, bronkiektasis pada anak kembar satu telur ( anak yang satu dengan bronkiektasis, ternyata saudara kembarnya juga menderita bronkiektasis ), bronkiektasis sering bersamaan dengan kelainan congenital berikut : tidak adanya tulang rawan bronkus, penyakit jantung bawaan, kifoskoliasis konginetal.

Kelainan didapat
Kelaianan didapat merupakan akibat proses berikut :
Infeksi
Bronchitis sering terjadi sesudah seseorang menderita pneumonia yang sering kambuh dan berlangsung lama, pneumonia ini merupakan komplikasi pertusis maupun influenza yang diderita semasa anak, tuberculosis paru dan sebagainya.
Obstruksi bronkus
Obstruksi bronkus yang dimaksud disini dapat disebabkan oleh berbagai macam sebab : korpus alineum, karsinoma bronkus atau tekanan dari luar terhadap bronkus

PERUBAHAN PATOLOGIS ANATOMIK
Terdapat berbagai macam variasi bronchitis, baik mengenai jumlah atau luasnya bronkus yang terkena maupun beratnya penyakit :
Tempat predisposisi bronchitis
Bagian paru yang sering terkena dan merupakan predisposisi bronchitis adalah lobus tengah paru kanan, bagian lingual paru kiri lobus atas, segmen basal pada lobus bawah kedua paru.
Bronkus yang terkena
Bronkus yang terkena umumnya yang berukuran sedang, bronkus yang terkena dapat hanya satu segmen paru saja maupun difus mengenai bronki kedua paru.
Perubahan morfologis bronkus yang terkena
Dinding bronkus
Dinding bronkus yang terkena dapat mengalami perubahan berupa proses inflamasi yang sifatnya destruktif dan irreversibel. Jaringan bronkus yang mengalami kerusakan selain otot-otot polos bronkus juga elemen-elemen elastis.
Mukosa bronkus
Mukosa bronkus permukaannya menjadi abnormal, silia pada sel epitel menghilang, terjadi perubahan metaplasia skuamosa,. Apabila terjadi eksaserbasi infeksi akut, pada mukosa akan terjadi pengelupasan, ulserasi.
Jaringan paru peribronchiale
Pada keadaan yang hebat, jaringan paru distal akan diganti jaringan fibrotik dengan kista-kista berisi nanah.
Variasi kelainan anatomis bronchialis
Telah dikenal 3 variasi bentuk kelainan anatomis bronchitis, yaitu :
1. Bentuk tabung
Bentuk ini sering ditemukan pada bronchitis yang menyertai bronchitis kronik.
2. Bentuk kantong
Ditandai dengan adanya dilatasi dan penyempitan bronkus yang bersifat irregular. Bentuk ini berbentuk kista.
3. Bentuk antara bentuk tabung dan kantong (Pseudobronchitis)
Pada bentuk ini terdapat pelebaran bronkus yang bersifat sementara dan bentuknya silindris. Bentuk ini merupakan komplikasi dari pneumonia.

PATOGENESIS
Apabila bronchitis kongenital patogenesisnya tidak diketahui diduga erat hubungannya dengan genetic serta factor pertumbuhan dan perkembangan fetus dalam kandungan. Pada bronchitis yang didapat patogenesisnya diduga melelui beberapa mekanisme : factor obstruksi bronkus, factor infeksi pada bronkus atau paru-paru, fibrosis paru, dan factor intrinsik dalam bronkus atau paru.
Patogenesis pada kebanyakan bronchitis yang didapat melalui dua mekanisme dasar :
1. Infeksi bacterial pada bronkus atau paru, kemudian timbul bronchitis. Infeksi pada bronkus atau paru akan diikuti proses destruksi dinding bronkus daerah infeksi dan kemudian timbul bronchitis.
2. Obstruksi bronkus akan diikuti terbentuknya bronchitis, pada bagian distal obstruksi dan terjadi infeksi juga destruksi bronkus.
Bronchitis merupakan penyakit paru yang mengenai paru dan sifatnya kronik. Keluhan-keluhan yang timbul juga berlangsung kronik dan menetap . keluhan-keluhan yang timbul erat dengan : luas atau banyaknya bronkus yang terkena, tingkatan beratnya penyakit, lokasi bronkus yang terkena, ada atau tidaknya komplikasi lanjut.. keluhan-keluhan yang timbul umumnya sebagai akibat adanya beberapa hal : adanya kerusakan dinding bronkus, akibat komplikasi, adanya kerusakan fungsi bronkus.

Mengenai infeksi dan hubungannya dengan patogenesis bronchitis, data dijelaskan sebagai berikut ;
1. Infeksi pertama ( primer )
Kecuali pada bentuk bronchitis kongenital. Masih menjadi pertanyaan apakah infeksi yang mendahului terjadinya bronchitis tersebut disebabkan oleh bakteri atau virus. Infeksi yang mendahului bronchitis adalah infeksi bacterial yaitu mikroorgansme penyebab pneumonia. Dikatakan bahwa hanya infeksi bakteri saja yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding bronkus sehingga terjadi bronchitis, sedangkan infeksi virus tidak dapat ( misalnya adenovirus tipe 21, virus influenza, campak, dan sebagainnya ).
2. Infeksi sekunder
Tiap pasien bronchitis tidak selalu disertai infeksi sekunder pada lesi, apabila sputum pasien yang semula berwarna putih jernih kemudian berubah warnanya menjadi kuning atau kehijauan atau berbau busuk berarti telah terjadi infeksi sekunder oleh kuman anaerob misalnya : fusifomis fusiformis, treponema vincenti, anaerobic streptococci. Kuman yang erring ditemukan dan menginfeksi bronkus misalnya : streptococcus pneumonie, haemophilus influenza, klebsiella ozaena.

GAMBARAN KLINIS
Gejala dan tanda klinis yang timbul pada pasien bronchitis tergantung pada luas dan beratnya penyakit, lokasi kelainannya, dan ada tidaknya komplikasi lanjut. Ciri khas pada penyakit ini adalah adanya batuk kronik disertai produksi sputum, adanya haemaptoe dan pneumonia berulang. Gejala dan tanda klinis dapat demikian hebat pada penyakit yang berat, dan dapat tidak nyata atau tanpa gejala pada penyakit yang ringan.
Bronchitis yang mengenai bronkus pada lobis atas sering dan memberikan gejala :
Keluhan-keluhan
Batuk
Batuk pada bronchitis mempunyai ciri antara lain batuk produktif berlangsung kronik dan frekuensi mirip seperti pada bronchitis kronis, jumlah seputum bervariasi, umumnya jumlahnya banyak terutama pada pagi hari sesudah ada perubahan posisi tidur atau bangun dari tidur. Kalau tidak ada infeksi skunder sputumnya mukoid, sedang apabila terjadi infeksi sekunder sputumnya purulen, dapat memberikan bau yang tidak sedap. Apabila terjadi infeksi sekunder oleh kuman anaerob, akan menimbulkan sputum sangat berbau, pada kasus yang sudah berat, misalnya pada saccular type bronchitis, sputum jumlahnya banyak sekali, puruen, dan apabila ditampung beberapa lama, tampak terpisah menjadi 3 bagian
Lapisan teratas agak keruh
Lapisan tengah jernih, terdiri atas saliva ( ludah )
Lapisan terbawah keruh terdiri atas nanah dan jaringan nekrosis dari bronkus yang rusak ( celluler debris ).

Haemaptoe
Hemaptoe terjadi pada 50 % kasus bronchitis, kelainan ini terjadi akibat nekrosis atau destruksi mukosa bronkus mengenai pembuluh darah ( pecah ) dan timbul perdarahan. Perdarahan yang timbul bervariasi mulai dari yang paling ringan ( streaks of blood ) sampai perdarahan yang cukup banyak ( massif ) yaitu apabila nekrosis yang mengenai mukosa amat hebat atau terjadi nekrosis yang mengenai cabang arteri broncialis ( daerah berasal dari peredaran darah sistemik )
Pada dry bronchitis ( bronchitis kering ), haemaptoe justru gejala satu-satunya karena bronchitis jenis ini letaknya dilobus atas paru, drainasenya baik, sputum tidak pernah menumpuk dan kurang menimbulkan reflek batuk., pasien tanpa batuk atau batukya minimal. Pada tuberculosis paru, bronchitis ( sekunder ) ini merupakan penyebab utama komplikasi haemaptoe.
Sesak nafas ( dispnue )
Pada sebagian besar pasien ( 50 % kasus ) ditemukan keluhan sesak nafas. Timbul dan beratnya sesak nafas tergantung pada seberapa luasnya bronchitis kronik yang terjadi dan seberapa jauh timbulnya kolap paru dan destruksi jaringan paru yang terjadi sebagai akibat infeksi berulang ( ISPA ), yang biasanya menimbulkan fibrosis paru dan emfisema yang menimbulkan sesak nafas. Kadang ditemukan juga suara mengi ( wheezing ), akibat adanya obstruksi bronkus. Wheezing dapat local atau tersebar tergantung pada distribusi kelainannya.
Demam berulang
Bronchitis merupakan penyakit yang berjalan kronik, sering mengalami infeksi berulang pada bronkus maupun pada paru, sehingga sering timbul demam (demam berulang)
Kelainan fisis
Tanda-tanda umum yang ditemukan meliputi sianosis, jari tubuh, manifestasi klinis komplikasi bronchitis. Pada kasus yang berat dan lebih lanjut dapat ditemukan tanda-tanda korpulmonal kronik maupun payah jantung kanan. Ditemukan ronchi basah yang jelas pada lobus bawah paru yang terkena dan keadaannya menetap dari waku kewaktu atau ronci basah ini hilang sesudah pasien mengalami drainase postural atau timbul lagi diwaktu yang lain. Apabila bagian paru yang diserang amat luas serta kerusakannya hebat, dapat menimbulkan kelainan berikut : terjadi retraksi dinding dada dan berkurangnya gerakan dada daerah yang terkena serta dapat terjadi penggeseran medistenum kedaerah paru yang terkena. Bila terjadi komplikasi pneumonia akan ditemukan kelainan fisis sesuai dengan pneumonia. Wheezing sering ditemukan apa bila terjadi obstruksi bronkus.

Sindrom kartagenr. Sindrom ini terdiri atas gejala-gejala berikut :
Bronchitis congenital, sering disertai dengan silia bronkus imotil
Situs inversus pembalikan letak organ-organ dalam dalam hal ini terjadi dekstrokardia, left sided gall bladder, left-sided liver, right-sided spleen.
Sinusitis paranasal atau tidak terdapatnya sinus frontalis. Semua elemen gejala sindrom kartagener ini adalah keleinan congenital. Bagaimana asosiasi tentang keberadaanya yang demikian ini belum diketahui dengan jelas.

Bronchitis. Kelainan ini merupakan klasifikasi kelenjar limfe yang biasanya merupakan gejala sisa komleks primer tuberculosis paru primer. Kelainan ini bukan merupakan tanda klinis bronchitis, kelainan ini sering menimbulkan erosi bronkus didekatnya dan dapat masuk kedalam bronkus menimbulkan sumbatan dan infeksi, selanjutnya terjadilah bronchitis. Erosi dinding bronkus oleh bronkolit tadi dapat mengenai pembuluh darah dan dapat merupakan penyebab timbulnya hemaptoe hebat.
Kelainan laboratorium.

Pada keadaan lanjut dan mulai sudah ada insufisiensi paru dapat ditemukan polisitemia sekunder. Bila penyakitnya ringan gambaran darahnya normal. Seing ditemukan anemia, yang menunjukan adanya infeksi kronik, atau ditemukan leukositosis yang menunjukan adanya infeksi supuratif.

Urin umumnya normal kecuali bila sudah ada komplikasi amiloidosis akan ditemukan proteiuria. Pemeriksaan kultur sputum dan uji sensivitas terhadap antibiotic, perlu dilakukan bila ada kecurigaan adanya infeksi sekunder.
Kelainan radiologist

Gambaran foto dada ( plain film ) yang khas menunjukan adanya kista-kista kecil dengan fluid level, mirip seperti gambaran sarang tawon pada daerah yang terkena, ditemukan juga bercak-bercak pneumonia, fibrosis atau kolaps. Gambaran bronchitis akan jelas pada bronkogram.
Kelainan faal paru

Pada penyakit yang lanjut dan difus, kapasitas vital ( KV ) dan kecepatan aliran udara ekspirasi satu detik pertama ( FEV1 ), terdapat tendensi penurunan, karena terjadinya obstruksi airan udara pernafasan. Dapat terjadi perubahan gas darah berupa penurunan PaO2 ini menunjukan abnormalitas regional ( maupun difus ) distribusi ventilasi, yang berpengaruh pada perfusi paru.
Tingkatan beratnya penyakit
Bronchitis ringan
Ciri klinis : batuk-batuk dan sputum warna hijau hanya terjadi sesudah demam, ada haemaptoe ringan, pasien tampak sehat dan fungsi paru norma, foto dada normal.
Bronchitis sedang
Ciri klinis : batuk produktif terjadi setiap saat, sputum timbul setiap saat, (umumnya warna hijau dan jarang mukoid, dan bau mulut meyengat), adanya haemaptoe, umumnya pasien masih Nampak sehat dan fungsi paru normal. Pada pemeriksaan paru sering ditemukannya ronchi basah kasar pada daerah paru yag terkena, gambaran foto dada masih terlihat normal.
Bronchitis berat
Ciri klinis : batuk produktif dengan sputum banyak, berwarna kotor dan berbau. Sering ditemukannya pneumonia dengan haemaptoe dan nyeri pleura. Bila ada obstruksi nafas akan ditemukan adanya dispnea, sianosis atau tanda kegagalan paru. Umumnya pasien mempunyai keadaan umum kurang baik, sering ditemukan infeksi piogenik pada kulit, infeksi mata , pasien mudah timbul pneumonia, septikemi, abses metastasis, amiloidosis. Pada gambaran foto dada ditemukan kelianan : bronkovascular marking, multiple cysts containing fluid levels. Dan pada pemeriksaan fisis ditemukan ronchi basah kasar pada daerah yang terkena.

DIAGNOSIS
Diagnosis pasti bronchitis dapat ditegakan apabila telah ditemukan adanya dilatasi dan nekrosis dinding bronkus dengan prosedur pemeriksaan bronkografi dan melihat bronkogram yang didapat.
Bronkografi tidak selalu dapat dikerjakan pada tiap pasien bronchitis, karena terikat adanya indikasi, kontraindikasi, syarat-syarat kaan elakukannya. Oleh karena pasien bronchitis umumnya memberikan gambaran klinis yang dapat dkenal, penegakan diagnosis bronchitis dapat ditempuh melewati proses diagnostik yang lazim dikerjakan dibidang kedokteran, meliputi:
Anamnesis
Pemeriksaan fisis
Pemeriksaan penunjang

DIAGNOSIS BANDING
Beberapa penyakit yang perlu diingat atau dipertimbangkan kalau kita berhadapan dengan pasien bronchitis :
• Bronchitis kronis ( ingatlah definisi klinis bronchitis kronis )
• Tuberculosis paru ( penyakit ini dapat disertai kelainan anatomis paru berupa bronchitis )
• Abses paru ( terutama bila telah ada hubungan dengan bronkus besar )
• Penyakit paru penyebab hemaptomisis misalnya karsinoma paru, adenoma paru )
• Fistula bronkopleural dengan empisema

KOMPLIKASI
Ada beberapa komplikasi bronchitis yang dapat dijumpai pada pasien, antara lain :
1. Bronchitis kronik
2. Pneumonia dengan atau tanpa atelektaksis, bronchitis sering mengalami infeksi berulang biasanya sekunder terhadap infeksi pada saluran nafas bagian atas. Hal ini sering terjadi pada mereka drainase sputumnya kurang baik.
3. Pleuritis. Komplikasi ini dapat timbul bersama dengan timbulnya pneumonia. Umumnya pleuritis sicca pada daerah yang terkena.
4. Efusi pleura atau empisema
5. Abses metastasis diotak, akibat septikemi oleh kuman penyebab infeksi supuratif pada bronkus. Sering menjadi penyebab kematian
6. Haemaptoe terjadi kerena pecahnya pembuluh darah cabang vena ( arteri pulmonalis ) , cabang arteri ( arteri bronchialis ) atau anastomisis pembuluh darah. Komplikasi haemaptoe hebat dan tidak terkendali merupakan tindakan beah gawat darurat.
7. Sinusitis merupakan bagian dari komplikasi bronchitis pada saluran nafas
8. Kor pulmonal kronik pada kasus ini bila terjadi anastomisis cabang-cabang arteri dan vena pulmonalis pada dinding bronkus akan terjadi arterio-venous shunt, terjadi gangguan oksigenasi darah, timbul sianosis sentral, selanjutnya terjadi hipoksemia. Pada keadaan lanjut akan terjadi hipertensi pulmonal, kor pulmoner kronik,. Selanjutnya akan terjadi gagal jantung kanan.
9. Kegagalan pernafasan merupakan komlikasi paling akhir pada bronchitis yang berat da luas
10. Amiloidosis keadaan ini merupakan perubahan degeneratif, sebagai komplikasi klasik dan jarang terjadi. Pada pasien yang mengalami komplikasi ini dapat ditemukan pembesaran hati dan limpa serta proteinurea.

PENATALAKSANAAN
Pengelolaan pasien bronchitis terdiri atas dua kelompok :
Pengobatan konservatif, terdiri atas :

1. Pengelolaan umum
Pengelolaan umum ditujukan untuk semua pasien bronchitis, meliputi :
Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat untuk pasien :
Contoh :
Membuat ruangan hangat, udara ruangan kering.
Mencegah / menghentikan rokok
Mencegah / menghindari debu,asap dan sebagainya.

Memperbaiki drainase secret bronkus, cara yang baik untuk dikerjakan adalah sebagai berikut :
Melakukan drainase postural
Pasien dilelatakan dengan posisi tubuh sedemikian rupa sehingga dapat dicapai drainase sputum secara maksimum. Tiap kali melakukan drainase postural dilakukan selama 10 – 20 menit, tiap hari dilakukan 2 sampai 4 kali. Prinsip drainase postural ini adalah usaha mengeluarkan sputum ( secret bronkus ) dengan bantuan gaya gravitasi. Posisi tubuh saat dilakukan drainase postural harus disesuaikan dengan letak kelainan bronchitisnya, dan dapat dibantu dengan tindakan memberikan ketukan pada pada punggung pasien dengan punggung jari.
Mencairkan sputum yang kental
Dapat dilakukan dengan jalan, misalnya inhalasi uap air panas, mengguanakan obat-obat mukolitik dan sebagainya.
Mengatur posisi tepat tidur pasien
Sehingga diperoleh posisi pasien yang sesuai untuk memudahkan drainase sputum.
Mengontrol infeksi saluran nafas.
Adanya infeksi saluran nafas akut ( ISPA ) harus diperkecil dengan jalan mencegah penyebaran kuman, apabila telah ada infeksi perlu adanya antibiotic yang sesuai agar infeksi tidak berkelanjutan.
2. Pengelolaan khusus.
Kemotherapi pada bronchitis
Kemotherapi dapat digunakan :
secara continue untuk mengontrol infeksi bronkus ( ISPA )
untuk pengobatan aksaserbasi infeksi akut pada bronkus/paru
atau kedua-duanya digunakan
Kemotherapi menggunakan obat-obat antibiotic terpilih, pemkaian antibiotic antibiotic sebaikya harus berdasarkan hasil uji sensivitas kuman terhadap antibiotic secara empiric.
Walaupun kemotherapi jelas kegunaannya pada pengelolaan bronchitis, tidak pada setiap pasien harus diberikan antibiotic. Antibiotik diberikan jika terdapat aksaserbasi infeki akut, antibiotic diberikan selama 7-10 hari dengan therapy tunggal atau dengan beberapa antibiotic, sampai terjadi konversi warna sputum yang semula berwarna kuning/hijau menjadi mukoid ( putih jernih ).
Kemotherapi dengan antibiotic ini apabila berhasil akan dapat mengurangi gejala batuk, jumlah sputum dan gejala lainnya terutama pada saat terjadi aksaserbasi infeksi akut, tetapi keadaan ini hanya bersifat sementara.
Drainase secret dengan bronkoskop
Cara ini penting dikerjakan terutama pada saat permulaan perawatan pasien. Keperluannya antara lain :
Menentukan dari mana asal secret
Mengidentifikasi lokasi stenosis atau obstruksi bronkus
Menghilangkan obstruksi bronkus dengan suction drainage daerah obstruksi.
Pengobatan simtomatik
Pengobatan ini diberikan jika timbul simtom yang mungkin mengganggu atau mebahayakan pasien.
Pengobatan obstruksi bronkus
Apabila ditemukan tanda obstruksi bronkus yang diketahui dari hasil uji faal paru (%FEV 1 < 70% ) dapat diberikan obat bronkodilator.
Pengobatan hipoksia.
Pada pasien yang mengalami hipoksia perlu diberikan oksigen.
Pengobatan haemaptoe.
Tindakan yang perlu segera dilakukan adalah upaya menghentikan perdarahan. Dari berbagai penelitian pemberian obat-obatan hemostatik dilaporkan hasilnya memuaskan walau sulit diketahui mekanisme kerja obat tersebut untuk menghentikan perdarahan.
Pengobatan demam.
Pada pasien yang mengalami eksaserbasi inhalasi akut sering terdapat demam, lebih-lebih kalau terjadi septikemi. Pada kasus ini selain diberikan antibiotic perlu juga diberikan obat antipiretik.
Pengobatan pembedahan
Tujuan pembedahan : mengangkat ( reseksi ) segmen/ lobus paru yang terkena.
Indikasi pembedahan :
Pasien bronchitis yang yang terbatas dan resektabel, yang tidak berespon yang tidak berespon terhadap tindakan-tindakan konservatif yang adekuat. Pasien perlu dipertimbangkan untuk operasi
Pasien bronchitis yang terbatas tetapi sering mengaami infeksi berulang atau haemaptoe dari daerakh tersebut. Pasien dengan haemaptoe massif seperti ini mutlak perlu tindakan operasi.
Kontra indikasi
Pasien bronchitis dengan COPD
Pasien bronchitis berat
Pasien bronchitis dengan koplikasi kor pulmonal kronik dekompensasi.
Syarat-ayarat operasi.
Kelainan ( bronchitis ) harus terbatas dan resektabel
Daerah paru yang terkena telah mengalami perubahan ireversibel
Bagian paru yang lain harus masih baik misalnya tidak ada bronchitis atau bronchitis kronik.
Cara operasi.
Operasi elektif : pasien-pasien yang memenuhi indikasi dan tidak terdaat kontra indikasi, yang gagal dalam pengobatan konservatif dipersiapkan secara baik utuk operasi. Umumnya operasi berhasil baik apabila syarat dan persiapan operasinya baik.
Operasi paliatif : ditujukan pada pasien bronchitis yang mengalami keadaan gawat darurat paru, misalnya terjadi haemaptoe masif ( perdarahan arterial ) yang memenuhi syarat-syarat dan tidak terdapat kontra indikasi operasi.
Persiapan operasi :
Pemeriksaan faal paru : pemeriksaan spirometri,analisis gas darah, pemeriksaan broncospirometri ( uji fungsi paru regional )
Scanning dan USG
Meneliti ada atau tidaknya kontra indikasi operasi pada pasien
Memperbaiki keadaan umum pasien

PENCEGAHAN
Timbulnya bronchitis sebenarnya dapat dicegah, kecuali dalam bentuk congenital tidak dapat dicegah. Menurut beberapa literature untuk mencegah terjadinya bronchitis ada beberapa cara :
Pengobatan dengan antibiotic atau cara-cara lain secara tepat terhadap semua bentuk pneumonia yang timbul pada anak akan dapat mencegah ( mengurangi ) timbulnya bronchitis
Tindakan vaksinasi terhadap pertusis ( influenza, pneumonia ) pada anak dapat pula diartikan sebagai tindakan preventif terhadap timbulnya bronchitis.

PROGNOSIS
Prognosis pasien bronchitis tergantung pada berat ringannya serta luasnya penyakit waktu pasien berobat pertama kali. Pemilihan pengobatan secara tepat ( konservatif atau pembedahan ) dapat memperbaiki prognosis penyakit.
Pada kasus-kasus yang berat dan tidak diobati, prognosisnya jelek, survivalnya tidak akan lebih dari 5-10 tahun. Kematian pasien karena pneumonia, empiema, payah jantung kanan, haemaptoe dan lainnya.



Asuhan keperawatan
Data Fokus
Anamnesa :è Faktor Predisposisi
Aktifitas
Gaya hidup
Keadaan lingkungan
Aspirasi
Penyakit pernapasan lain
Pemeriksaan Fisik : fokus dada
Inspeksi :è Irama, kedalaman, frekuensi pernapasan
Kesimetrisan dinding dada saat bernapas
Penggunaan otot bantu pernapasan
Cuping hidung, cyanosis pada ekstremitas
Palpasi : è Kesimetrisan dinding dada
Taktil fremitus
Letak trakhea
Auskultasi è Ronkhi, vokal fremitus
Perkusi : è Resonance, dulness

Masalah keperawatan
1. Ketidak efektifan bersihan jalan napas
Tujuan : Jalan Napas Efektif
Rencana Keperawatan : Kaji Kemampuan klien mengeluarkan sputum
Kaji suara pernapasan (paru)
Ajarkan teknik batuk efektif
Laksanakan fisioterapi dada dan inhalasi manual
Kolaborasi : ekspektoran, antibiotik
2. Intoleransi aktifitas
Tujuan : Klien menunjukan peningkatan aktifitas da kekuatan fisik
Rencana keperawatan : Monitor toleransi klien terhadap aktifitas
Jelaskan penyebab penurunan aktifitas
Berikan/pegaturan waktu untuk istirahat yang baik
Ajarkan manejemen tenaga pada klien
Kolaborasi : oksigenasi,

Lebih lengkap disini: askep bronkhitis | kumpulan askep askeb | download KTI Skripsi | asuhan keperawatan kebidanan
http://terselubung.cz.cc/